Tuesday, August 30, 2016

KE-ORGANISASI-AN

KE-ORGANISASI-AN


Pengantar
Secara kodrati bahwa manusia adalah makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial. Sebagai makhluk individu, manusia memiliki seperangkat unsur baik unsur jasmani-ruhani, fisik dan psikis serta unsur jiwa dan raga. Sebagai makhluk sosial bahwa manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Karena itulah sehingga manusia dengan sendirinya berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain. Sebab manusia tidak akan bisa hidup dengan baik jikalau tidak hidup ditengah-tengah masyarakat.
Selama masa hidupnya, manusia lebih banyak berada dalam keadaan saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya dari pada hidup menyendiri. Hampir sebagian besar tujuan manusia dapat terpenuhi dengan baik apabila manusia tersebut berhubungan dengan manusia lain. Sebab, setiap manusia memiliki keterbatasan dan kekurangan dalam dirinya, sehingga ia akan cenderung hidup berkumpul atau berkelompok.
Organisasi adalah sebagai wadah atau tempat dimana orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisir, terpimpin dan terkendali dalam memanfaatkan sumberdaya, sarana-prasarana, data dan lainnya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi. Intinya bahwa organisasi adalah suatu kumpulan dari beberapa orang yang memiliki visi dan misi yang sama untuk mencapai kepentingan dan tujuan bersama.
Organisasi merupakan sesuatu hal yang tidak bisa dipisahkan dengan mahasiswa yang menimba ilmu di kampus. Perlu disadari bahwa untuk mengembangkan potensi yang ada dalam diri setiap mahasiswa sangat sulit bisa berkembang dengan baik jika tidak ada wadah atau medium untuk mengaktualisasikannya. Organisasi kemahasiswaan adalah salah satu medium mahasiswa dalam mengaktualisasikan bakat, minat dan potensi yang ada dalam dirinya. Maka dari itu, organisasi menjadi sangat penting untuk diikuti oleh setiap mahasiswa. Sebab, kehidupan kampus bukan hanya diisi dengan kuliah dikelas saja, namun juga dapat diisi lewat belajar diorganisasi.
Namun dewasa ini, kesadaran dan minat berorganisasi mahasiswa sangat minim yang tidak lain karena tidak pahamnya mahasiswa tentang hakikat dan jati dirinya sebagai kaum intelektual, iron stock, agent of change, agent control social dan agen-agen lainnya, sehingga yang ada hari ini adalah mahasiswa yang hedonis, konsumeris, individualis serta terpasung hakikat dan jati dirinya dalam dunia kampus yang semu dan irasional yang hanya duduk dikelas, mendengarkan dosen ceramah, mencatat apa yang dijelaskan dan sebagainya. Padahal, mahasiswa hari ini merupakan harapan terbesar masyarakat sebagai penyambung lidah rakyat, terutama sebagai perubahan di masyarakat. Sebagai salah satu potensi, mahasiswa sebagai bagian dari kaum muda dalam tatanan masyarakat yang mau tidak mau pasti terlibat langsung dalam tiap-tiap fenomena sosial yang harus mampu mengimplementasikan kemampuan keilmuannya dalam akselerasi perubahan keumatan menuju kearah keberadaban.
Sekali lagi, peran mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat sosial sangat ditunggu. Diharapkan bahwa mahasiswa hari ini harus mampu memainkan peran yang strategis. Kesatuan visi, tekad, dan perjuangan untuk kepentingan masyarakat secara luas menjadi pondasi utama peran tersebut, baik untuk saat ini ataupun nanti. Namun untuk mewujudakan hal tersebut—sekali lagi—perlu pemetaan, perumusan dan penelaahan metode penerapan fungsi mahasiswa dalam kancah epistemologi keumatan tersebut. Dan organisasi kemahasiswaan sebagai salah satu wadah untuk mengimplementasikan semua keilmuwan dan potensi mahasiswa dalam perjuangannya menuju akselerasi perubahan di masyarakat serta terjaminnya sebuah tatanan kenegaraan yang adil dan demokratis.

Pengertian, Manajemen dan Struktur Organisasi
Menurut Mesiono, dikatakan sebuah organisasi jika didalamnya terdapat aktivitas atau kegiatan yang dikerjakan secara bersama-sama dan untuk mencapai tujuan bersama serta dilakukan oleh dua orang atau lebih dan bukan satu orang. Karena jika kegiatan tersebut dilakukan oleh satu orang, maka bukan dikatakan sebagai organisasi.[1] Dari penjelasan tersebut bahwa organisasi harus memiliki tujuan yang jelas, dan tujuan tersebut diarahkan untuk mencapai tujuan bersama serta dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam menjalankan aktivitas organisasi.
Organisasi dalam bahasa Yunani berasal dari kata ‘organon’ yang berarti alat. Menurut James D. Mooney, organisasi adalah setiap bentuk kerja sama manusia untuk mencapai tujuan bersama. Kemudian Ralp Currier Davis, berpendapat bahwa organisasi adalah suatu kelompok orang-orang yang sedang bekerja kearah tujuan bersama dibawah satu kepemimpinan. Sedangkan Herbert A. Simon mengatakan bahwa organisasi adalah suatu rencana mengenai usaha kerjasama yang mana tiap peserta mempunyai peranan yang diakui dan kewajiban-kewajiban atau tugas-tugas untuk dilaksanakan.[2]
Dari beberapa pengertian tentang organisasi tersebut, secara umum organisasi dapat dipahami sebagai sekelompok orang yang secara formal dipersatukan dalam suatu kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sehingga organisasi itu didalamnya mencakup beberapa unsur didalamnya, yakni adanya anggota, kerjasama, tujuan bersama, peralatan, lingkungan, kekayaan alam, pekerjaan, praktik-praktik pengelolaan, struktur dan pedoman organisasi.
Menurut Maringan (2004) yang dikutip oleh Mesiono bahwa pengertian organisasi dibedakan kedalam dua macam. Pertama, organisasi sebagai alat dari manajemen. Artinya bahwa organisasi sebagai wadah atau tempat manajemen sehingga memberikan bentuk manajemen yang memungkinkan manajemen bergerak atau dapat dikaitkan. Kedua, organisasi sebagai fungsi manajemen. Artinya organisasi dalam arti dinamis (bergerak), yaitu organisasi yang memberikan kemungkinan tempat manajemen dapat bergerak dalam batas-batas tertentu. Dinamis berarti organisasi tersebut bergerak mengadakan pembagian pekerjaan. Misalnya pimpinan ditempatkan pada bagian yang strategis.[3]
Oleh sebab itu, manajemen dan organisasi memiliki hubungan sangat erat. Karena manajemen berati kepemimpinan, sedangkan dalam organisasi juga terdapat kepemimpinan. Dengan demikian maka untuk menyusun organisasi yang baik serta dapat mencapai tujuan yang diharapkan diperlukan manajemen yang baik pula. Pada dasarnya manajemen tidak dapat dipandang sebagai proses teknis secara ketat, seperti peranan, prosedur, prinsip dan lainnya, namun ketrampilan dalam mengatur tata kerja yang sesuai dengan tujuan, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai dengan baik dan maksimal.
Sedangkan hubungan dari manajemen, organisasi dan tata kerja adalah hubungan organisasi secara keseluruhan. Artinya bahwa keseluruhan dalam organisasi sangat memerlukan manajemen yang baik untuk mengatur sistem tata kerja sebuah organisasi. Sehingga organisasi itu dapat berjalan dengan baik sesuai dengan harapan dan tujuan yang telah ditetakan.
Selanjutnya, merujuk pada hubungan-hubungan dan tugas yang dilaksanakan oleh anggota-anggota organisasi, maka yang dimaksud dengan struktur organisasi adalah susunan, komponen-komponen atau unit kerja dalam suatu organisasi. Sehingga struktur organisasi menunjukkan adanya pembagian kerja dan bagaimana fungsi-fungsi atau kegiatan-kegiatan yang berbeda-beda untuk diintegrasikan (koordinasi). Selain dari pada itu bahwa struktur organisasi juga menunjukkan spesialisasi-spesialisasi pekerjaan, saluran perintah dan penyampaian laporan.
Struktur organisasi sangat penting untuk dapat dipahami oleh semua komponen dalam rangka menciptakan sistem kerja yang efektif dan efisien. Maka dari itu, dapat dipahami disini bahwa struktur organisasi merupakan deskripsi bagaimana organisasi membagi pekerjaan dan melaksanakan tugas atau pekerjaannya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Disamping hal tesebut, struktur organisasi juga mengatur siapa yang melaksanakan tugas dan pekerjaan itu. Selain membagi dan mengatur tugas dan pekerjaan yang diemban oleh organisasi, struktur organisasi juga menggambarkan hubungan organisasi secara internal maupun secara eksternal.

Mahasiswa dan Organisasi
Mahasiswa sebagai sosok yang dapat berfikir kritis, realistis dan dialektis. Bahkan juga tak jarang mahasiswa sering dijuluki sebagai kaum yang berfikir radikal dan revolusioner. Itulah beberapa pandangan dan predikat yang disandang mahasiswa dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Memang mahasiswa secara status menyandang nilai lebih dari pemuda lainnya yang tidak lain karena kemampuannya dalam berfikir secara metodis. Berfikir metodis maksudnya bahwa mahasiswa mampu menangkap, menganalisis dan mensintesakan setiap perubahan dan dinamika kehidupan yang berkembang dan terjadi dalam masyarakat, baik menyangkut kehidupan politik, sosial, ekonomi, hak asasi maupun permasalahan-permasalan lain yang mengharuskan mahasiswa untuk menyikapai dan menyuarakan pemikirannya.
Dalam mensikapai dan menyuarakan pemikiran tersebut, tentu saja bagi mahasiswa diperlukan tempat atau wadah sebagai alat untuk menyalurkan aspirasi-aspirasinya. Wadah tersebut salah satunya adalah organisasi kemahasiswaan. Organisasi kemahasiswaan tersebut, dapat berupa organisasi intra maupun organisasi ekstra kampus. Organisasi intra kampus dapat dicontohkan seperti Senat Mahasiswa (SEMA), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Unit Kegiatan Mahasiswa dan lainnya. Sedangkan organisasi ekstra kampus seperti PMII, GMNI, PMKRI dan sejenisnya. Dari berbagai macam organisasi—baik intra maupun ekstra kampus—mempunyai kegiatan yang berbeda-beda serta dasar organisasi yang berlainan pula. Dari berbagai macam dan varian organisasi tersebut, mahasiswa dapat mencari tahu dengan beradaptasi dan berinteraksi secara langsung mana organisasi yang benarbenar sesuai dengan latar belakang minat dan bakat masing-masing, sehingga dalam berorganisasi benar-benar maksimal dan tidak setengah-setengah.
Mahasiswa yang aktif di organisasi kemahasiswaan biasanya disebut sebagai aktivis. Jadi
mahasiswa aktivis adalah mahasiswa yang memiliki kepedulian terhadap perkembangan yang terjadi didalam maupun diluar kampus, sehingga mampu mewarnai dinamika kehidupan mahasiswa dikampus. Cukup banyak bukti dan kontribusi mahasiswa melalui organisasi kemahasiswaannya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan disiplin ilmunya masing-masing. Dengan berkiprah sebagai aktivis diorganisasi kampus, mahasiswa dapat menjadi motivator, mediator, dan akselerator dalam menyikapi perubahan dan perkembangan yang terjadi ditengan masyarakat, baik menyangkut masalah sosial, ekonomi, maupun masalah politik.
Bila diamati dengan jeli kemudian dikorelasikan dengan aktivitas mahasiswa dikampus, terdapat dua jenis sosok mahasiswa. Pertama, sosok mahaiswa yang apatis terhadap kegiatan organisasi kemahasiswaan. Kedua, sosok mahasiswa aktif diorganisasi kemahasiswaan yang biasanya disebut aktivis. Walaupun kuliah dalam satu program studi atau satu jurusan, ternyata dua sosok mahasiswa ini (Mahasiswa aktivis dan apatis) sangat jelas terlihat perbedaannya dalam mewarnai dinamika kehidupan kampus.
Mahasiswa apatis tentu saja merupakan mahasiswa yang hanya memikirkan aktifitas perkuliahan saja. Segala sesuatunya diukur dengan pencapaian kredit mata kuliah dan indeks prestasi yang tinggi, serta berupaya menyelesaikan kuliah dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Namun biasanya sosok mahasiswa seperti ini justru akan mengalami kelemahan dan masalah dalam hal sosialisasi diri dengan lingkungannya, sesama mahasiswa dan masyarakat yang dampak negatifnya bisa saja dirasakan ketika sudah menjadi sarjana dan siap terjun ke masyarakat dalam memasuki dunia kerja. Tipologi mahasiswa ini lebih pada sikap pragmatis yang dimilikinya, yaitu kuliah secepatnya, lulus jadi sarjana dan siap kerja. Padahal dunia kerja dalam realitasnya tidak hanya sekedar menuntut kualitas kesarjanaannya, tapi juga menuntut kualitas sosialisasi. Apalagi dunia kerja yang menuntut kejasama dan interaksi yang lebih intens serta menguatkan kemampuan logika berbahasa. Sarjana yang hanya sekedar mengandalkan logika dunia akademik dan keilmuannya tentu akan tersisih.
Sedangkan mahasiswa aktivis adalah mahasiwa yang disamping menekuni aktivitas perkuliahan tapi juga menyempatkan untuk mengikuti aktivitas organisasi kemahasiswaan. Keaktifan diorganisasi biasanya dilandasi oleh bakat, hoby, tuntutan sosial atau bisa jadi karena pelarian dari aktivitas perkuliahan yang kadang dianggapnya menjenuhkan dan membosankan. Bila dilihat dari kemampuan berorgaisasi dan kepemimpinan serta sosialisasi tertentu akan sangat berbeda dengan mahasiswa apatis. Pengalaman dalam mengungkapkan realita dan bermain logika dalam berbahasa semakin mematangkan diri sebagai sosok mahasiswa. Apalagi bila dikaitkan dengan fungsi lain dari kampus sebagai agen perubahan (agent of change), maka peran para mahasiswa aktivis ini tidak dapat dilihat sebelah mata. Sebab, mereka selalu menjadi motor penggerak dalam menyuarakan aspirasi masyakat dalam menyikapi tuntutan-tuntutan kritis masyarakat dan permasalahan sosial, ekonomi dan politik lainnya.

Organisasi, Mahasiswa dan Tanggungjawa Sosial
Mahasiswa adalah orang yang belajar disekolah tingkat perguruan tinggi untuk mempersiapkan dirinya bagi suatu keahlian tingkat sarjana. Mahasiswa adalah penggerak suatu bangsa yang menjadi agen pengubah keadaan bangsanya. Mahasiswa diharapkan menjadi figur yang penting dan berguna bagi masyarakat. Dengan demikian maka sejatinya bahwa mahasiswa mempunyai peran ganda (double), pertama sebagai kaum terpelajar, dan kedua sebagai anggota dari masyakat. Dengan keadaan tersebut, sehingga dengan sendirinya tanggungjawab mahasiswa juga menjadi lebih besar, karena memainkan dua peran sekaligus.
Meskipun tanggungjawab juga diharuskan dimiliki oleh setiap orang, namun mahasiswa memiliki tanggungjawab lebih besar. Karena mahasiswa menyandang sebagai kaum akademis-intelektual serta memiliki banyak kesempatan dan akses untuk mengembangkan dirinya menjadi lebih baik jika dibandingkan dengan masyarakat lain diluar mahasiswa atau masyarakat biasa. Salah satu jenis tanggungjawab yang harus dimiliki mahasiswa adalah tanggungjawab sosial. Segala macam persoalan sosial dimasyarakat bukan hanya tenggungjawab pemerintah, tetapi juga kaum terpelajar khususnya mahasiswa. Kaum terpelajar diharapkan memiliki solusi nyata untuk penyelesaian masalah sosial yang terjadi dimasyarakat. Mahasiswa memiliki kemampuan yang dapat digunakan sebagai agen perubahan sosial (agent social change).
Berbagai peran sosial yang dilakukan mahasiswa tidak luput sebagai bentuk peran politik aktif mereka terhadap keadaan bangsa. Hal ini dapat dilihat bagaimana peran aktif mahasiswa mulai dari era sebelum kemerdekaan hingga saat ini. Idealisme dan totalitas selalu dimunculkan dalam setiap aksinya. Sehingga Ir. Soekarno pernah berkata: “Berikan aku sepuluh pemuda maka akan ku guncangkan dunia”. Bergitu dahsyatnya semangat yang ada dalam diri mahasiswa sehingga mereka dapat membuat perubahan hebat dalam sejarah manusia. Sebagaimana yang kita ketahui dalam sejarah bangsa ini, mahasiswa dan pelajar telah mengukir perjuangan emas dalam mewujudkan kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan tersebut.
Lembar demi lembar perjuangan telah diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Keadaan bangsa yang sekarang ini merupakan warisan generasi 20 tahun yang lampau. Citra kejayaan dan keterpurukan bangsa bersatu dalam sebuah drama reformasi yang kita redup dan membawa kita kembali kemasa-masa yang telah berlalu. Peran mahasiswa di zaman sekarang bukanlah lagi mencapai kemerdekaan ataupun mengangkat senjata untuk menyerbu benteng lawan. Peran riil mahasiswa saat ini adalah dapat berpartisipasi aktif dalam mewujudkan kestabilan dan kemantapan nasional. Hal ini tentunya harus dimulai dari masyarakat terlebih dahulu. Membenahi sistem yang kacau, membangun kembali pondasi demokrasi yang ternodai oleh KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) hingga menyelamatkan aset-aset bangsa yang digandrungi para penghianat bangsa.
Peran sosial yang nyata ini dapat dilihat dari peran serta mahasiswa dalam masyarakat. Selain status mereka sebagai civitas akademika, mahasiswa juga turut merespons keberadaan masyarakat disekitarnya. Melalui organisasi-organisasi kampus dan kemahasiswaan, mahasiswa membantu masyarakat menyelesaikan perkara sosial yang ada dalam masyarakat. Peran sosial ini dapat berupa melakukan kegiatan bakti sosial untuk desa-desa yang tertimpa musibah bencana alam. Mahasiswa dengan semangatnya mengumpulkan bantuan melalui posko-posko, turun kejalan meminta sumbangan dari pengendara kendaraan bermotor, bahkan ada yang rela memberikan barang berharga demi mendapatkan biaya untuk membenahi kerusakan yang terjadi akibat bencana alam. Contoh lain dapat kita lihat saat ada kerisihan dalam hati mereka melihat ketidakberdayaan masyarakat miskin, mahasiswa memberikan bantuan berupa motivasi dan bantuan dana untuk meringankan beban mereka.
Peran sosial dalam diri mahasiswa tidak terlepas bahwa diri mereka merupakan homo social. Mahasiswa menjalankan peran sosial dan peran politiknya secara bersamaan dalam realitas kehidupan bangsa ini. Mahasiswa sekarang dihadapkan pada kenyataan tentang potret buruk bangsa ini dan masalah internal yang menerpa mereka, yaitu apatisme (mahasiswa apatis). Peran krusial mahasiswa sebagai agent social, akan hancur sia-sia jika mereka terjerumus dalam keadaan yang demikian. Harusnya mahasiswa memainkan lakon yang harus berhadapan dengan sutradara politik di negeri ini. Sebab, masalah sosial yang muncul merupakan imbas permainan politikus busuk yang menyuburkan korupsi di negeri ini. Maka dari itu bahwa harapan besar ada pada pundak mahasiswa, merekalah yang akan mewarisi perjuangan generasi terdahulu melawan ketidakadilan dan opera sabun yang bermunculan akhir-akhir ini. Entah direkayasa ataukah memang proses alam akibat kesalahan dimasa lampau.
Apapun yang terjadi selanjutnya, mahasiswa tetaplah dengan idealismenya. Masalah terbesar dalam diri mahasiswa adalah apatisme yang dapat melunturkan peran mahasiswa dalam membela panji keadilan dan pemberantasan korupsi. Harapan besar ini tidak lain hanyalah terwujudnya pemerintah yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Mesyarakatpun menggantungkan harapannya kepada seluruh mahasiswa untuk dapat menganyam kembali tali moral bangsa ini yang telah rusak. Peran sosial dan politik mahasiswa diharapkan selalu muncul disaat yang tepat untuk membela kepentingan rakyat dan melengserkan gugusan aparat keji berdasi.
Sesungguhnya mahasiswa diciptakan untuk membangun kembali bangsa ini yang telah jauh terjatuh, perlahan namun pasti jelas akan tiba masa mahasiswa membawa keadilan yang merata untuk segenap rakyat Indonesia. Peran dijalankan dengan penuh tanggungjawab untuk mewujudkan Indonesia yang dicita-citakan oleh kita semua. Indonesia dan rakyat sejahtera.

Penutup
Bagi mahasiswa—mahasiswa baru khususnya—dalam memasuki dunia kampus harus sudah memiliki gambaran bagaimana harus bersikap dan bertindak. Dan pastilah diharapkan menjadi mahasiswa yang ideal, yakni mahasiswa yang memiliki kemampuan intelektual sesuai dengan bidang keilmuan yang dipilih dengan tanggungjawab. Disamping itu juga memiliki kemampuan dalam berorganisasi dan bersosialisasi dengan lingkungan serta peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Sehingga ketika lulus tidak hanya menjadi sarjana yang hanya pintar dalam keilmuannya, tapi juga mampu bersosialisasi dan berorganisasi dengan baik.

*Makalah disampaikan dalam acara Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (OSPEK) IAINU Kebumen pada hari Jum’at, 2 September 2016 di Auditorium IAINU Kebumen.

Referensi:
Mesiono. (2010). Manajemen dan Organisasi. Bandung: Citapustaka Media Perintis.
Nasrul Syakur Chaniago. (2011). Manajemen Organisasi. Bandung: Citapustaka Media Perintis.


[1] Mesiono, Manajemen dan Organisasi, Cet I, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2010), hal. 39.
[2] Nasrul Syakur Chaniago, Manajemen Organisasi, Cet. I, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2011), hal. 18-19.
[3] Mesiono, Loc. Cit.

Monday, August 29, 2016

BIOGRAFI MIZANUL AKROM

BIOGRAFI MIZANUL AKROM

Mizanul Akrom lahir di Kebumen, anak terakhir dari tiga bersaudara pasangan Bapak Abdul Gofir bin H. Bisri (alm.) dan Ibu Syariah Kafiyah binti Rusdi. Kakak pertamanya bernama Siti Zulfah dan yang kedua bernama Zam'atul Kibtiyah. Meskipun berasal dari keluarga petani sederhana yang bertempat tinggal di desa Ambarwinangun kecamatan Ambal, kabupaten Kebumen, ia memperoleh pendidikan agama yang sangat baik hingga berhasil duduk di perguruan tinggi ternama di Kebumen. Penulis pernah duduk di Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama (IAINU) Kebumen dan diwisuda tahun 2013. Penulis juga melanjutkan studi Pascasarjana di Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta.

Selama hidupnya, Akrom memiliki beberapa kesenangan, di antaranya membaca, menulis, diskusi, berorganisasi, memainkan alat musik (gitar), dan mendengarkan musik. Ia adalah penikmat kajian filsafat, keislaman, pendidikan, dan pemikiran kritis. Tokoh favorit sekaligus panutannya yaitu Gus Dur. Moto yang selama ini menjadi pegangan hidupnya adalah "ciptakanlah ruang-ruang pengetahuan sehingga kamu kaya akan gagasan dan pemikiran, bukan ruang dogmatisme yang membuat otak beku dan mengkerdilkan rasionalitas".

Banyak karya yang telah dihasilkannya, baik berupa artikel di media online, maupun karya ilmiah dalam bentuk buku. Pertama, tulisan artikel dengan judul Menyelami Pemikiran Islam Mazhab Kritis: Al-Jabiri, Arkoun, dan Hassan Hanafi (Alif.ID, 09/11/2023), Gus Dur dan Teologi Pembebasan (Alif.ID, 20/11/2023), Gus Dur Sang Humanis (Kumparan, 11/03/2024), Mengulik Faedah Berpuasa dari Teologi Pembebasan Asghar Ali Engineer (Kumparan, 13/03/2024), Menggagas Pendidikan Agama Islam Berwawasan Pluralisme (Kumparan, 14/03/2024), Bukan Sekadar Simbol, Islam Bersifat Multidimensi (Kumparan, 17/03/2024), Mazhab Frankfurt dan Red Army Faction (Mengeja Indonesia, 25/03/2024), Membahas Ideologi: Pengertian dan Perkembangannya (Mengeja Indonesia, 26/03/2024), Rekonstruksi Kritik Nalar Arab-Islam Al-Jabiri dan Arkoun (Geotimes, 26/03/2024), dan Dilema Kehidupan Masyarakat Modern (Mengeja Indonesia, 27/03/2024).

Kedua, karya tulis berbentuk buku yang telah diterbitkan di beberapa penerbitan terpercaya, di antaranya buku berjudul: Pendidikan Islam Kritis, Pluralis dan Kontekstual (Mudilan Group, 2019), Mengenal Teori Kritis: Perspektif Barat dan Islam (Guepedia, 2021), Nuansa Wacana Intelektual PMII: Sebuah Pergulatan Pemikiran (Guepedia, 2021), Metamorfosa Pendidikan Islam Berbasis Pluralisme (Guepedia, 2021), Pendidikan Islam Pluralis: Ulasan Pemikiran Gus Dur (Literasi Nusantara Abadi, 2022), Pergolakan Pemikiran Islam di Indonesia (Literasi Nusantara Abadi Grup, 2023), Ideologi, Paradigma, dan Nalar Pendidikan Islam: Wacana Ilmu Pendidikan Islam Teoretis dan Praktis (Literasi Nusantara Abadi Grup, 2023), Pemikiran Islam Mazhab Kritis: Muhammad Abed Al-Jabiri, Mohammed Arkoun, dan Hassan Hanafi (Literasi Nusantara Abadi Grup, 2023), dan Model Pendidikan Agama Islam Berwawasan Pluralisme (Literasi Nusantara Abadi Grup, 2024).

Akrom sekarang tinggal di dukuh Kauman RT 01 RW 05 desa Ambarwinangun, kecamatan Ambal, kabupaten Kebumen-Jawa Tangah. Untuk menghubunginya bisa melalui e-mail: akrom.mizan@gmail.com; Facebook: Mizanul Akrom; Instagram: mizanul_akrom; You Tube: Mizanul Akrom; Blog: akrommizan.blogspot.com.

 

PENDIDIKAN ISLAM KRITIS, PLURALIS DAN KONTEKSTUAL

Buku ini hadir, sebenarnya berawal dari upaya penulis dalam membangun paradigma kritis bagi pendidikan Islam. Tujuannya adalah agar peserta didik sebagai manusia yang bercirikan manusia khalifatullah (khalifah Allah) yang siap menghadapi segala tantangan kehidupan. Manusia dengan kategori tersebut harus dibekali dengan daya kreatif, etis, dan kritis. Tidak hanya secara normatif-teologis, tetapi juga pada tahap empiris. Untuk itu, pendidikan Islam harus menyentuh persoalan-persoalan kemanusiaan dan persoalan social, sehingga pendidikan Islam tidak kaku dan beku atau bahkan ekslusif dalam menghadapi problematika sosial hari ini.
Pendidikan Islam seharusnya menjadi garda terdepan dalam menampilkan kritik yang sangat mendasar terhadap paradigma pendidikan konservatif dan liberal yang telah dianggap gagal menjalankan visi dan misi pendidikan sebagai proses humanisasi. Implikasi yang dihasilkan oleh paradigma pendidikan yang dominan tersebut adalah out put pendidikan yang dihasilkan tidak mampu membawa ke arah perubahan konstruktif bagi realitas kemanusiaan. Karena pendidikan Islam terkait erat dengan dimensi praksis-sosial yang senantiasa memiliki dampak sosial. Sehingga pendidikan Islam dituntut untuk responsif terhadap realitas sosial, sehingga ia tidak terbatas pada lingkup pemikiran teoretis-konseptual seperti yang dipahami selama ini. Formulasi pendidikan Islam kritis digagas adalah sebagai upaya untuk membangun peserta didiknya menuju kearah pemikiran dan kesadaran kritis. Dengan konsepsi tersebut, sehingga menuntut para pelaku pendidikan Islam agar mengubah paradigma pendidikannya menuju paradigma kritis dan relevan dengan perubahan zaman, serta mampu menatap masa depan tanpa meninggalkan nilai-nilai dasar Islam itu sendiri.
Selain dari pada itu, Penulis menyadari bahwa maraknya benturan dan konflik kekerasan, mulai dari antar individu, antar elit, antar kelompok, antar kampung hingga antar suku di tanah air yang disebabkan oleh persoalan tidak adanya pemahaman yang inklusif dalam memandang kelompok, suku hingga antar maupun intern umat beragama. Konflik yang terjadi di Indonesia menunjukan bahwa bangsa ini belum mampu memahami arti keragaman dan perbedaan. Tidak sedikit diantara manusia yang hendak meniadakan kebhinekaan (plutality) dan menggantinya dengan ketunggalan dan keseragaman (uniformity). Ironisnya, para teroris dan kaum radikalis mengklaim bahwa semua itu dilakukan karena perintah agama (Islam). Fenomena konflik agama tersebut selain buah dari hilangnya semangat Bhineka Tunggal Ika juga merupakan anak biologis dari kecenderungan paradigma beragama masyarakat yang eksklusif dan superior. Sikap dilematis tersebut jelas-jelas menjadi faktor pendorong munculnya konflik yang tidak saja menodai agama itu sendiri, tapi juga telah menodai persaudaraan antar manusia. Peningkatan konstelasi kekerasan tersebut menimbulkan tanda tanya besar tentang efektifitas pendidikan selama ini dalam menanamkan budaya toleransi dan saling menghargai satu sama lain dalam kerangka Indonesia yang plural dan multikultur.
Realitas tersebut menunjukan bahwa pendidikan agama—baik di sekolah umum maupun sekolah agama—lebih bercorak eksklusif, yaitu agama diajarkan dengan cara menafikkan hak hidup agama lain, dan seakan-akan hanya agama sendiri yang paling benar dan mempunyai hak hidup, sementara agama lain salah, tersesat dan terancam hak hidupnya baik dikalangan mayoritas maupun minoritas. Seharusnya pendidikan agama (Islam) dapat dijadikan sebagai wahana untuk mengembangkan moralitas universal yang ada dalam agama-agama, dan sekaligus mengembangkan teologi inklusif dan pluralis.
Selanjutnya, bahwa masyarakat saat ini sudah mulai tersadarkan dengan ketidakpuasannya terhadap dunia pendidikan karena ketidakmampuannya dalam mengantisipasi berbagai masalah yang muncul di era globalisasi saat ini, yang tidak lain karena paradigma pendidikannya yang sudah tidak relevan dengan realitas dan konteks zaman yang sedang berkembang. Persoalan sederhana bahwa pendidikan saat ini tidak mampu menjawab berbagai macam persoalan kemanusiaan, disamping karena tidak relevan tersebut, juga derasnya penetrasi arus globalisasi sehingga interest terhadap persoalan kemanusiaan yang diharapkan dapat terselesaikan oleh pendidikan, namun nyatanya tenggelam dan terseret oleh arus globalisasi yang semakin hari semakin derasnya dalam iklim dunia pendidikan kita saat ini.
Secara spesifik, pendidikan agama yang seharusnya dapat difungsikan sebagai salah satu terapi bagi the future shock dan persoalan kemanusiaan, kini tidak mampu lagi mewujudkan hasil yang memuaskan setelah lebih dari tiga abad lamanya dipercaya untuk mendukung ketercapaian pendidikan agama yang ideal. Maka dari itu, sudah saatnya bagi dunia pendidikan Islam untuk menimbang bagaimana reposisi pendidikan Islam saat ini, baik ditengah iklim kehidupan sosial keagamaan di Indonesia yang selalu saja diwarnai dengan bentrokan, kekerasan yang berujung pada konflik, serta dalam konteks era globalisasi saat ini yang semakin hari semakin menimbulkan keresahan, penderitaan dan penyesatan.
Dengan situasi dan kondisi tersebut di atas, maka perlunya bagi dunia pendidikan Islam saat ini untuk merefleksikan dan mereformulasikan baik paradigma pendidikannya, sistem, materi, metode dan orientasi pendidikan yang acceptable dan kontekstual yang dapat teraplikasi tidak hanya pada tingkat dasar, namun juga dapat diteruskan pada tingkat pendidikan tinggi.
Memang tidaklah mudah untuk mewujudkan cita-cita tersebut, namun berbagai langkah awal nampaknya sangat perlu bagi kita untuk memahami konteks dan suasana yang berkembang ditengah masyarakat. Perkembangan yang terjadi di masyarakat tentunya memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi dan tidak mudah untuk kita cari solusinya. Akan tetapi, dengan mengamati berbagai wacana dan diskursus yang berkembang nampaknya dapat dijadikan pijakan utama dalam melakukan reformulasi solusi bagi kebuntuan, kebekuan, dan kemandegan intelektual yang disebabkan oleh praktik pendidikan yang kurang melakukan langkah-langkah penyadaran. Inilah mengapa buku ini begitu penting untuk dihadirkan dan dibaca oleh masyarakat umumnya, khususnya bagi para penggiat pendidikan Islam, guru, dosen, dan pejuang pendidikan Islam serta pemerhati masalah-masalah kependidikan di Indonesia.
Kehadiran buku ini merupakan upaya untuk mereformulasi kajian tentang ilmu pendidikan Islam teoretis dan praktisnya, memotret berbagai persoalan pendidikan Islam dari konsepnya, ideologi dan paradigma yang berkembang hingga menelisik pendidikan Islam di Pesantren. Kehadiran buku ini juga merupakan ikhtiar penulis dalam membangun paradigma kritis dalam dunia pendidikan Islam, mulai dari kajian teori kritis, ide dasar pendidikan kritis, paradigm kritis dalam epistemologi Islam, hingga membangun pendidikan Islam kritis.
Selain daripada itu, buku ini adalah upaya dalam membangun kerukunan antar maupun intern umat beragama pada tataran wacana dan teori yang dikemas menjadi konsep pendidikan pluralis, serta upaya penulis untuk melihat tantangan dan peluang yang dihadapi pendidikan Islam ditengah arus globalisasi dunia, hingga langkah-langkah preventif-strategis yang perlu diformulasi bagi pendidikan Islam, khususnya formulasi tujuan pendidikan menuju reorientasi pendidikan Islam yang capable dan kontekstual yang mampu membekali peserta didiknya menyangkut tiga aspek sekaligus, yakni aspek dzikir (afektif) yang di imbangi dengan fikir (kognitif) dan amal shaleh (psikomotorik) sehingga timbul dorongan yang sangat kuat bagi dirinya (peserta didik) untuk mengamalkan dan mentaati ajaran dasar dan nilai-nilai Islam, serta mendorong aspek-aspek tersebut (dzikir, fikir, amal shaleh) kearah kebaikan dan pencapaian kesempurnaan hidup.
Dari berbagai penjelasan dan uraian sebagaimana dijelaskan di atas, maka tema yang dituangkan dan disuguhkan dalam buku ini adalah menelisik dan mengungkap tentang: Pendidikan Islam Kritis, Pluralis dan Kontekstual.