Sunday, July 09, 2023

NDP PMII

NDP PMII

 PENGERTIAN, KEDUDUKAN DAN FUNGSI

Pengertian

Nilai-Nilai Dasar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia adalah landasan berfikir, bersikap, dan bertindak bagi warga yang harus dicerminkan dalam tingkah laku perseorangan maupun organisasi, serta dalam setiap proses pengambilan keputusan. Landasan tersebut adalah merupakan paham keagamaan dan keintelektualan (proses kreatifitas intelektual) tentang Islam Aswaja yang diterapkan menurut kondisi kemasyarakat di Indonesia.

Kedudukan

Nilai-Nilai Dasar PMII berkedudukan sebagai rumusan nilai-nilai yang seharusnya dimuat dan menjadi aspek ideal dalam berbagai aturan maupun kegiatan PMII, serta sebagai landasan dan dasar pembenar dalam berfikir, bersikap, dan bertindak.

 Fungsi

Fungsi Nilai-Nilai Dasar PMII adalah untuk menjiwai berbagai aturan dan kegiatan PMII, serta memberi arah, mendorong dan menggerakkan kegiatan-kegiatan PMII.

RUMUSAN NILAI-NILAI DASAR PMII

Mukaddimah

Tauhid (keesaan Allah) merupakan pusat dan sumber nilai yang mencakup akidah, syari’ah, dan akhlak. Pergerakan (PMII) meyakini dengan penuh sadar bahwa Islam sebagai wahyu yang mutlak kebenarannya merupakan pegangan pokok dalam kehidupan dan perjalanan Pergerakan. Dalam memahami dan mewujudkan keyakinan itu Pergerakan telah memilih Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai metode pemahaman dan penghayatan keyakinan itu.

Sebagai bagian yang sah dari bangsa Indonesia, Pergerakan menyadari bahwa Pancasila adalah falsafah hidup bangsa yang penghayatan dan pengamalannya dimotivisir oleh nilai Islam Aswaja. Karena itu dengan menyadari watak intelektual dan kesadaran akan tanggung jawab masa depan bersama, dan dengan memohon rahmat dan ridho Allah Swt. maka disusunlah rumusan Nilai-Nilai Dasar PMII sebagai berikut:

1.             Manusia adalah hamba Allah Swt. yang mempunyai tugas kekhalifahan. Maka seluruh aktivitas kemanusiaan merupakan ibadah dalam rangka pelaksanaan amanah Allah.

2.             Manusia mempunyai kedudukan yang sama antara satu dengan yang lainnya; sebagai warga dunia manusia adalah satu; sebagai warga negara manusia adalah sebangsa, sebagai mukmin manusia adalah bersaudara. Oleh karena itu setiap manusia harus saling menghormati, saling bekerjasama, saling tolong-menolong, saling menasehati, dan saling mengajak kepada kebenaran demi kebaikan.

3.             Dalam merumuskan peran kehidupan berbangsa dan bernegara harus selalu mendahulukan proses musyawarah untuk mufakat, berdasar asas dari, oleh, dan untuk rakyat demi mencapai tujuan bersama. Oleh karena itu kehidupan kenegaraan merupakan perwujudan dari kesepakatan bersama untuk hidup berdampingan secara setara dengan saling menghormati hak dan kewajiban. Dan setiap peran aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan upaya mewujudkan ajaran Islam.

4.             Segala cipta, rasa, dan karsa manusia dilestarikan dan dikembangkan sesuai dengan harkat dan martabat manusia, serta mencerminkan akhlaqul karimah. Semua tidak lain bertujuan untuk mencapai tingkat peradaban yang tinggi dalam kehidupan manusia.

5.             Sebagai makhluk yang dikaruniai akal dan hati nurani, manusia berkewajiban mencari ilmu pengetahuan. Untuk memperoleh kebanaran ilmu pengetahuan tersebut setiap orang harus menjunjung tinggi kebebasan berfikir menurut prosesnya. Oleh karena itu dengan semangat ijtihad dan islah, maka khazanah keilmuan Islam juga dihargai. Dengan semangat itu pula manusia mencipta dan mengembangkan ilmu pengetahuan tersebut sejalan dengan ajaran agama Islam. Ilmu pengetahuan tersebut harus diamalkan sebab tidak akan berarti jika tidak diamalkan. Sedangkan amal itu sendiri harus didasarkan pada ilmu pengetahuan. Pemanfaatan ilmu pengetahuan itu harus ditujukan bagi kesejahteraan manusia dan sejalan dengan ajaran Islam.

Khotimah

Rumusan Nilai-Nilai Dasar PMII perlu selalu dikaji secara kritis, difahami secara mendalam, dan dihayati secara teguh, serta diwujudkan secara bijaksana. Dengan nilai-nilai dasar tersebut dicapai tujuan untuk menjadi pribadi muslim yang bertakwa-berilmu-beramal yaitu pribadi yang sadar akan kedudukan dan perannya sebagai intelektual muslim berhaluan Ahlussunnah wal Jama’ah di negara Indonesia yang berubah, maju, manusiawi, adil, penuh rahmat, dan berketuhanan.

URAIAN TENTANG NILAI-NILAI DASAR PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA

Pengertian Islam dan Aswaja

Islam adalah keyakinan dan kebenaran mutlak yang mendasari dan memberi inspirasi Nilai-Nilai Dasar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia. Islam merupakan sumber nilai yang akan memberi motivasi dalam upaya manusia untuk menciptakan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat. Islam mencakup akidah, syari’at, dan akhlak. Dalam upaya memahami, menghayati, dan mengamalkan Islam tersebut PMII menjadikan Aswaja sebagai metode. Aswaja dalam pengertian adalah seperti ditegaskan Nabi Muhammad saw.: “ma ana ‘alaihi al-yauma wa ashabi”.

Aswaja memiliki karakter seimbang dalam mendekati berbagai aspek kehidupan. Oleh karena karakter seimbang itulah PMII meyakini bahwa Aswaja merupakan metode pendekatan yang paling dekat dengan kebenaran Islam.

RUMUSAN NILAI-NILAI DASAR

Rumusan Nilai-Nilai Dasar PMII disusun dengan mengingat cakupan atas beberapa hal. Di antaranya adalah nilai tauhid, hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam, kebudayaan dan tradisi, serta ilmu pengetahuan dan teknologi.

 Tauhid

Sebagai konsekuensi dari penganutan terhadap akidah isilamiyah maka tauhid merupakan nilai dan prinsip sangat penting. Tauhid adalah prinsip monoteisme yaitu prinsip mengesakan Allah. Nilai ini merupakan nilai paling asasi dalam pandangan Islam, juga dikandung oleh agama-agama samawi lainnya. Nilai ini telah berkembang sejak awal sejarah manusia. Karena itu mengembangkan amanat tauhid merupakan pemikiran, sikap, dan perilaku untuk mengemban nilai asasi spiritual dan untuk memiliki kesadaran sejarah kemanusiaan yang universal sepanjang masa.

Di dalam mengesakan Allah itu diakui bahwa Allah adalah esa dalam zat, sifat-sifat, dan perbuatannya. Dengan demikian Allah adalah zat yang fungsional. Allah mencipta, memberi petunjuk, memerintah, dan memelihara alam semesta, termasuk di dalamnya manusia. Allah juga menanamkan pengetahuan, membimbing, dan menolong manusia. Allah Maha Mengetahui, Maha Menolong, Maha Bijaksana, hakim Maha Adil, dan Maha Tunggal. Dia-lah Yang Maha Mendahului segala sesuatu dan Maha Akhir. Dia-lah tujuan segala sesuatu. Allah-lah zat yang dituju dalam ibadah. Keyakinan seperti itu merupakan keyakinan terhadap sesuatu yang lebih tinggi daripada alam semesta, serta merupakan kesadaran dan keyakinan terhadap yang ghoib. Keyakinan seperti ini juga merupakan keyakinan terhadap kebenaran tertinggi dan mutlak.

Dalam hal ini penting ditegaskan bahwa tauhid merupakan titik pijak, melandasi, memandu, dan menjadi sasaran keimanan. Sedangkan keimanan mencakup keyakinan dalam hati, penegasan dengan pernyataan lisan, dan perwujudan dalam perbuatan. Sebagai konsekuensinya maka kesadaran, pemikiran, sikap, dan perbuatan PMII harus diupayakan untuk mengandung dan mencerminkan nilai tauhid. Sehingga tauhid larut dalam segi kehidupan PMII, terkomunikasikan, dan merambah ke sekeliling PMII. Tanpa tauhid maka segalanya akan sia-sia.

Hubungan Manusia dengan Allah

Allah adalah pencipta segala sesuatu. Dia mencipta manusia dalam bentuk sebaik-baik kejadian dan menganugerahkan kedudukan terhormat kepada manusia dihadapan lain-lain ciptaan. Kedudukan seperti itu ditandai dengan pemberian daya pikir, kemampuan berkreasi, dan kesadaran moral. Potensi itulah yang memungkinkan manusia memerankan fungsi khalifah sekaligus hamba Allah. Dalam kedudukan sebagai khalifah, manusia memberanikan diri untuk mengemban amanat berat yang oleh Allah ditawarkan kepada makhluk-Nya. Sebagai hamba Allah manusia harus melaksanakan ketentuan-ketentuan-Nya. Untuk itu manusia dilengkapi dengan kesadaran moral yang selalu harus dirawat, jika manusia tak ingin terjatuh ke dalam kedudukan yang rendah.

Dengan demikian, dalam kedudukan manusia sebagai ciptaan Allah terdapat dua pola hubungan manusia dengan Allah yaitu pola yang didasarkan kepada kedudukan manusia sebagai khalifah dan pola yang didasarkan kedudukan manusia sebagai hamba Allah. Kedua pola ini dirancang secara seimbang, lurus, dan teguh dengan tidak menjalani yang satu sambil mengabaikan yang lainnya. Sebab memilih salah satu pola saja akan membawa manusia kepada kedudukan maupun fungsi kemanusiaan yang tidak sempurna. Sebagai akibatnya manusia tidak akan dapat mengejawantahkan prinsip tauhid secara maksimal.

Pola hubungan dengan Allah juga harus dijalani dengan ikhlas. Artinya, pola itu dijalani hanya mengharap keridhaan Allah. Sehingga pusat perhatian dalam menjalani dua pola itu dengan ikhtiar yang sungguh-sungguh. Sedangkan hasil optimal yang ingin diharapkan dari kedua pola tersebut disandarkan sepenuhnya kepada kehendak Allah. Secara demikian berarti diberikan penekanan kepada proses menjadi insan yang mengemban dua pola hubungan dengan Allah. Dengan menyadari arti pentingnya proses, maka disadari pula arti penting niat dan ikhtiar, sehingga muncullah manusia-manusia yang berkesadaran tinggi, kreatif, dan dinamik dalam berhubungan dengan Allah, namun tetap takwa dan tidak pongah terhadap Allah.

Hubungan Manusia dengan Manusia

Kenyataan bahwa Allah meniupkan ruhnya kepada materi dasar manusia menunjukkan bahwa manusia berkedudukan mulia di antara ciptaan-ciptaan Allah. Namun manusia sederajat dengan sesamanya. Kemuliaan manusia ditandai pula dengan ilmu, daya kreasi, kesadaran moral, dan keberaniannya untuk memikul amanat berat dari Allah. Tapi penilaian tersebut disertai mawas diri bahwa manusia dapat terjatuh pada kedudukan yang rendah sebab manusia dapat pula bersikap bodoh, ceroboh, tergesa-gesa, mementingkan diri sendiri, lalim, dan ingkar dari tuntunan ilahiyah. Karena itu, manusia harus berjuang untuk menunjukkan peran yang dicita-citakan sesuai dengan kedudukannya yang mulia.

Memang, manusia harus berupaya menegakkan iman, takwa, dan amal shaleh guna mewujudkan kehidupan yang baik dan penuh rahmat di dunia. Dalam kehidupan itu sesama manusia saling menghormati harkat dan martabat masing-masing, bersederajat, berlaku adil, dan mengusahakan kesejahteraan bersama. Untuk itu, diperlukan saling kerjasama yang harus didahului dengan keterbukaan, komunikasi, dan dialog antarsesama. Semua usaha dan perjuangan ini harus terus menerus dilakukan sepanjang sejarah.

Melalui pandangan seperti itu pula kehidupan bermasyarakat dan bernegara-bangsa dikembangkan. Kehidupan bermasyarakat negara-bangsa merupakan kerelaan dan kesepakatan untuk bekerjasama serta berdampingan secara setara dan saling pengertian. Bermasyarakat dan bernegara-bangsa dimaksudkan untuk mewujudkan cita-cita bersama yaitu hidup dalam kemajuan, keadilan, kesejahteraan, dan kemanusiaan. Tolok ukur dalam bernegara adalah keadilan, persamaan di muka hukum  dan pemerintahan, serta adanya permusyawaratan.

Sedangkan hubungan antara muslim dan nonmuslim dilakukan guna membina kehidupan kemanusiaan dengan tanpa mengorbankan keyakinan terhadap universalitas dan kebenaran Islam sebagai jalan hidup paripurna. Dengan tetap berpegang pada keyakinan ini masih dapat dibina hubungan dan kerjasama secara damai dalam mencapai cita-cita kehidupan bersama umat manusia.

Kini dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai yang dikembangkan dalam hubungan antarmanusia ini tercakup dalam istilah-istilah ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathoniyah, dan ukhuwah insaniyah. Peristilahan tersebut berjalin berkelindan untuk diwujudkan secara proporsional. Proporsionalitas perwujudannya bergantung kepada kesesuaiannya dalam ajaran Islam.

Hubungan Manusia dengan Alam

Alam semesta adalah ciptaan Allah Swt. Dia menentukan ukuran-ukuran dan hukum-hukumnya. Alam juga merupakan tanda-tanda yang menunjukkan keberadaan, sifat, dan perbuatan Allah. Ini berarti nilai tauhid juga terdapat dalam pembicaraan mengenai hubungan manusia dengan alam.

Sebagai ciptaan Allah, alam berkedudukan sederajat dengan manusia. Namun Allah menundukkan alam bagi manusia dan bukan sebaliknya. Jika sebaliknyalah yang terjadi, maka manusia akan terjebak ke dalam penghambaan terhadap alam, bukan menghamba kepada Allah. Karena itu, sesungguhnyalah manusia berkedudukan sebagai khalifah di bumi untuk menjadikan bumi maupun alam sebagai wahana dan objek dalam bertauhid serta menegaskan keberadaan dirinya.

Perlakuan manusia terhadap alam tersebut dimaksudkan untuk memakmurkan kehidupan di dunia dan diarahkan pada kebaikan di akhirat. Di sini berlaku upaya berkelanjutan untuk mentransendensikan segala aspek kehidupan manusia. Sebab kehidupan kini di sini yang hanya sekali berlanjut kepada akhirat. Akhirat adalah masa depan eskatologis yang tak terelakkan. Akhirnya akhirat akan dicapai dengan suskses kalau kehidupan manusia benar-benar fungsional (amal shaleh).

Ke arah semua itulah pola hubungan manusia dengan alam ditujukan. Dengan sendirinya cara-cara memanfaatkan alam, memakmurkan bumi, dan menyelenggarakan kehidupan pada umumnya juga harus bersesuaian dengan nilai dan tujuan yang terdapat dalam hubungan antara manusia dengan alam tersebut. Cara-cara itu dilakukan untuk mencukupi kebutuhan dasar dalam hidup bersama. Melalui pendangan ini haruslah dijamin kebutuhan manusia terhadap pekerjaan, nafkah, dan masa depan. Maka jelaslah bahwa hubungan manusia dengan alam merupakan hubungan pemanfaatan alam untuk kemakmuran bersama. Hidup bersama antarmanusia berarti hidup dalam kerjasama, tolong-menolong, dan tenggang rasa.

Budaya dan Tradisi

Manusia telah dan harus selalu mengembangkan tanggapannya terhadap kehidupan. Tanggapan tersebut yang pada umumnya merupakan usaha mengembangkan kehidupan merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Dengan demikian, maka hasil itu merupakan budaya manusia yang sebagian dilestarikan sebagai tradisi dan sebagiannya lagi diubah. Pelestarian dan perubahan selalu mewarnai kehidupan manusia. Ini pun dilakukan dengan selalu memuat nilai yang telah disebutkan di bagian awal. Sehingga budaya yang bersesuaian dengan dan bahkan yang merupakan perwujudan dari nilai-nilai tersebut untuk dilestarikan, sedangkan budaya yang tak besesuaian ditinggalkan dan diperbaharui.

Kerangka bersikap tersebut mengisyaratakan perlunya bergerak secara dinamis dan kreatif dalam kehidupan manusia. Manusia dituntut untuk memanfaatkan potensi yang telah dianugerahkan Allah. Melalui pemanfaatan potensi diri itu justru manusia menyadari asal mulanya, kejadian, dan makna kehadirannya di dunia. Dengan demikian, pengembangan berbagai aspek budaya dan tradisi dalam kehidupan manusia dilaksanakan sesuai dengan nilai-nilai dalam berhubungan dengan Allah, manusia, dan alam selaras dengan keperluan kehidupan dengan mengingat perkembangan suasana.

Ilmu, Pengetahuan dan Teknologi

Salah satu yang terpenting dari cipta, rasa, dan karsa manusia yaitu ilmu, pengetahuan, dan teknologi (Ipatek). Manusia mencipta ipatek juga untuk memudahkan dalam menempuh kehidupan. Misalnya dalam rangka memanfaatkan alam dan memakmurkan bumi, atau memudahkan antarhubungan manusia. Dalam memanfaatkan alam diperlukan ipatek karena alam memiliki ukuran, aturan, dan hukum tertentu; karena alam ciptaan Allah bukanlah sepenuhnya siap pakai, melainkan memerlukan pemahaman terhadap alam dan ikhtiar untuk mendayagunakannya.

Namun pada dasarnya ilmu itu bersumber dari Allah. Penguasaan dan pengembagannya disandarkan kepada pemahaman terhadap ayat-ayat Allah. Ayat-ayat tersebut berupa wahyu maupun seluruh ciptaan-Nya. Untuk memahami dan mengembangkan pemahaman terhadap ayat-ayat Allah itulah manusia mengarahkan kesadaran moral dan potensi kreatif berupa akal dan aktivitas intelektualnya. Di sini lalu diperlukan penalaran yang tinggi dan ijtihad secara bertangung jawab yaitu untuk merangkai pemahaman yang utuh dan sistematis terhadap ayat-ayat Allah, mengembangkan pemahaman tersebut menjadi ipatek dan menciptakan kebaruan ipatek dalam konteks kemanusiaan maupun menetapkan simpul-simpul penyelesaian terhadap masalah-masalah yang ditimbulkannya. Di sisi lain, pengetahuan merupakan bentuk pemahaman dan penalaran manusia pada taraf belum sistematis dan tidak mendalam. Sedangkan teknologi merupakan perwujudan (fisik) dari ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia yang utamanya digunakan untuk memudahkan kehidupan praktis.

Penciptaan, pengembangan, dan penguasaan atas ipatek merupakan keniscayaan yang sulit dihindari jika manusia menginginkan kemudahan hidup. Melalui pernyataan terakhir itu diisyaratkan bahwa ipatek harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama, dan bukan sebaliknya. Usaha memanfaatkan ipatek tersebut menuntut pengembangan semangat untuk kebenaran, keadilan, kemanusiaan, dan kedamaian. Semua hal tersebut dilakukan sepanjang hayat, seiring perjalanan hidup manusia dan keluasan ipatek. Sehingga berbarengan dengan keteguhan iman dan tauhid, manusia dapat menempatkan diri pada derajat yang tinggi dalam perkembangan zaman.

SOSIALISASI, ETOS DAN AKTUALISASI NILAI-NILAI DASAR

Sosialisasi

Nilai-Nilai Dasar tersebut harus selalu disosialisasikan di lingkungan PMII. Pusat perhatian sosialisasi ini adalah insan Pergerakan. Ini memerlukan ikhtiar terus-menerus untuk memahami Nilai-Nilai Dasar, meneguhkan, dan mewujudkannya. Hal ini memerlukan sikap sadar dan kritis terhadap arti penting rumusan Nilai-Nilai Dasar, sehingga tumbuh sikap mental yang tepat dalam menyandang nilai-nilai tersebut.

Cara-cara tersebut di muka telah dijabarkan dalam rencana pengembangan dan aneka kegiatan organisasi untuk mencapai tujuan PMII. Dengan sendirinya lantas diperlukan keselarasan yang tinggi antara rumusan Nilai-Nilai Dasar, sehingga tumbuh sikap mental yang tepat dalam menyandang nilai-nilai tersebut.

Etos

Dari sosialisasi Nilai-Nilai Dasar harus tumbuh etos tertentu pada diri insan Pergerakan. Etos tersebut ialah karakter atau watak khas PMII. Etos dimaksud yaitu tauhid, insaniyah, musawah, jama’ah, ukhuwah, ta’awun, ilmiyah-ijtihadiyah, amal-shaleh dan jihad, al-‘adalah al-istima’iyah, rahmatal lil ‘alamin, akhlaqul karimah, dan duniawi-ukhrawi.

Etos tersebut merupakan keutuhan pembentukan untuk khas insan Pergerakan yang menyandang Nilai-Nilai Dasar. Ini bukanlah hal yang sepenuhnya selalu mapan pada diri insan Pergerakan, sehingga ikhtiar meningkatkan, meneguhkan, dan akhirnya mengaktualisasikan karakter tersebut harus selalu dilakukan oleh insan Pergerakan.

Aktualisasi

Teranglah bahwa tahapan yang penting berikutnya adalah aktualisasi Nilai-Nilai Dasar dan etos PMII dalam berbagai bentuk aksi. Kalau begitu, yang dibutuhkan ialah motivasi tinggi, konsistensi dan kebijaksanaan dalam aktualisasi Nilai-Nilai Dasar dan etos PMII.

NILAI-NILAI DASAR DAN TUJUAN PMII

Tujuan dalam menyandang Nilai-Nilai Dasar PMII pada dasarnya ialah tujuan PMII. Kalau tujuan PMII adalah terbentuknya pribadi muslim yang berbudi luhur, bertakwa dan cakap, serta bertangung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya, maka dapatlah tujuan tersebut diistilahkan dengan tujuan menjadi ulul albab. Ulul albab akan selalu mengutamakan nilai-nilai, ide-ide, dan ilmu pengetahuan. Komitmennya pada nilai begitu tinggi. Ia adalah insan tauhid yang memiliki kedalaman spiritual, memiliki kesadaran sejarah, dan ketajaman bercermin kepada pengalaman, bersikap kritis, tak berkeputusan dalam mencari dan meningkatkan ilmu pengetahuan dengan merenungkan ayat-ayat Allah, bersikap teguh pada keyakinan dan hanya takut kepada Allah, ber-amar ma’ruf nahi mungkar secara bijaksana, berpacu dalam amal shaleh untuk menjadi rahmatan lil ‘alamin, dan berlomba menggapai sukses duniawi maupun ukhrawi.

Dengan sendirinya ia juga harus membebaskan diri dan masyarakat sekitarnya dari belenggu kebodohan sejak tingkat hakiki, dari batas keterbatasan, dari posisi ketertindasan, dan dari tirai kemiskinan. Ulul albab juga membebaskan dari belenggu keduniaan serta mengarahkan kehidupan menuju transendensi total yaitu menuju masa depan eskatologis-surgawi.

KHOTIMAH

Itulah Nilai-Nilai Dasar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia. Itulah rumusan yang digunakan sebagai landasan teologis-etis-motivatif bagi cara berpikir, bersikap, dan berperilaku warga PMII, baik secara perorangan maupun bersama-sama. Rumusan tersebut harus selalu dikaji dengan kritis, dipahami secara mendalam, dihayati secara utuh, dipegang secara teguh, dan dilaksanakan secara bijaksana.

Dengan Nilai-Nilai Dasar tersebut dituju pribadi muslim yang bertakwa-berilmu-beramal yaitu sosok ulul albab Indonesia yang sadar terhadap kedudukan dan perannya sebagai intelektual muslim berfaham Ahlussunnah wal Jama’ah, sosok yang sadar akan kedudukan dan perannya dalam zaman yang berubah maju, beradab, manusiawi, adil, penuh rahmat, dan berketuhanan. Itu tantangan yang berat memang, tapi haruslah dijelang.


Daftar Pustaka

Mohammad Fajrul Falaakh, (peny.). (1988). Dokumen Nilai-Nilai Dasar PMII. Cet. I. Yogyakarta: Ex-Tim Penyusuan NDP PMII bekerjasama dengan PT. Bayu Indra Grafika.