Sunday, January 28, 2018

INSAN ULUL ALBAB DALAM PERSPEKTIF

INSAN ULUL ALBAB DALAM PERSPEKTIF
Peradaban dunia sangat ditentukan oleh kualitas intelektual manusia. Maju mundurnya suatu peradaban sangat dipengaruhi oleh tingkat intelektualitas masyarakatnya. Oleh karenanya, semakin tinggi tingkat intelektualitas masyarakat, semakin tinggi pula tingkat peradabannya. Begitupun sebaliknya, titik intelektualitas masyarakat rendah, maka semakin rendah pula tingkat peradabannya. Sejarah dunia telah mencatat bahwa bangsa-bangsa yang maju—baik Timur maupun Barat—ditandai dengan banyaknya intelektual yang muncul.

Intelektualitas merupakan inti penggerak prestasi kemajuan peradaban suatu bangsa. Intelektualitas dapat mewujud dalam bentuk ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan masyarakatnya mewujud para intelektual-cendekiawan yang berperan penting dalam agen perubahan (agen of change) suatu komunitas masyarakat dan zaman. Oleh karenanya, membincang intelektualitas akan lebih dinamis dan berarti ketika dikaitkan dengan kaum intelektual sebagai subjek, baik ketika dalam proses pencarian, menemukan, memiliki ataupun pada saat mengaplikasikannya.

Masalahnya kemudian adalah bagaimana membangun intelektualitas dan memainkan peranan penting dalam sebuah pergulatan peradaban budaya yang sangat terbuka akan berbagai interest disatu pihak, dan idealitas intelektual yang syarat muatan moral dilain pihak. Apalagi dalam sebuah masyarakat-bangsa yang masih berkembang menuju masyarakat modern, dimana persoalan intelektualitas dan moralitas menjadi sangat urgen.

Dalam perspektif ideal bahwa seorang intelektual sejati adalah sosok pribadi manusia yang selalu menjaga dirinya dari tindak laku atau sikap yang tidak pantas, serta bertanggungjawab secara nalar-intelektual, yakni berpihak pada kebenaran dan kebaikan. Dari sini dapat ditegaskan bahwa seorang intelektual sejati adalah mereka yang berdaya intelektualitas dan memegang teguh nilai-nilai moralitas dan spiritualitas.

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) adalah organisasi kemahasiswaan, keislaman dan keindonesian yang berkomitmen dalam membangun sumberdaya kader yang tidak hanya cerdas sisi intelektualitasnya, namun juga cerdas spiritualitas dan moralitas sekaligus. Sebab, konsep dasar kaderisasi yang dibangun oleh PMII adalah “Terwujudnya pribadi muslim ulul albab dan keharusannya bagi setiap insan PMII baik pengurus, kader dan anggota untuk wajib mengusahakan amanat itu.”

Dalam Islam dikenal istilah ’ulul albab’ yang dalam al-Qur’an disebutkan sebanyak enam kali. Ulul albab adalah sebutan bagi mereka yang memiliki akal pikiran dan dapat mempergunakannya secara benar. Akal pikirannya digunakan untuk memikirkan dan memahami ayat-ayat Allah, baik ayat qauliyah yang dengan ajarannya syarat pesan nilai dan moral, maupun ayat kauniyah yang lebih menitikberatkan pada kejadian alam semesta menurut sunnatullah dan sebagai i’tibar (pelajaran) bagi umat manusia, khususnya bagi mereka yang mau menggunakan akal pikirannya.

Sosok manusia ulul albab adalah mereka yang mengedepankan dzikir, fikir dan amal shaleh. Ia memiliki ilmu yang luas, pandangan mata yang tajam, otak yang cerdas, hati yang lembut serta memiliki semangat juang dengan sebenar-benarnya perjuangan. Ia bukan manusia sembarangan, namun kehadiranya dimuka bumi sebagai pemimpin dalam menegakkan yang hak dan menjauhkan kebatilan. Ulul albab juga sebagai sosok intelektual muslim yang memiliki kedalaman spiritual. Sedangkan intelektual dan ketajaman analisisnya atas fenomena dan proses alamiyah menjadikannya untuk membangun dan menciptakan kemaslahatan bagi kehidupan manusia.

Lebih jauh lagi bahwa ulul albab adalah manusia yang bertauhid, dimana kalimat syahadat sebagai pegangan pokoknya. Sebagai penyandang tauhid, ia berpandangan bahwa tidak terdapat kekuatan dimuka bumi ini selain kekuatan Allah. Semua makhluk manusia berposisi sama. Jika terdapat seorang atau sekelompok orang dipandang lebih mulia adalah karena ia telah menyandang ilmu, iman dan amal shaleh. Penyandang derajat ulul albab tidak akan takut dan merasa rendah dihadapan siapapun sesama manusia. Kelebihan seseorang berupa kekuasaan, kekayaan, nasab dan keindahan tubuh tidak menjadikannya sombong, justru menjadikannya sebagai kekuatan untuk selalu perduli terhadap sesama dan untuk mengabdi atau beribadah kepada Allah.

Jika ditarik dalam konteks pribadi insan ulul albab dalam term PMII bahwa kader PMII (baik pengurus, kader dan anggota) adalah mereka yang memiliki kedalaman spiritual (dzikir), ketajaman analisis (fikir) dan pengaruhnya yang besar bagi kehidupan (amal shalih). Citra diri seorang kader PMII sangat jelas disarikan dalam Tri Motto PMII, yakni ‘Dzikir, Fikir, Amal Shaleh’. Kader PMII sesungguhnya telah dipersatukan dalam konstruksi ideal manusia itu sendiri, yakni insan ulul albab. Maka dari itu, sangatlah beruntung dan berbanggalah sebagai kader PMII, karena dengan citra diri insan ulul albab merupakan kekuatan yang akan mengantarkan seseorang memperoleh derajat ulul albab.

Citra diri insan ulul albab dalam term PMII sesungguhnya banyak digambarkan oleh al-Qur’an yang kemudian dari elaborasi ayat-ayat al-Qur’an tersebut dapat dicirikan dengan sosok seorang kader yang memiliki kesadaran historis-primordial atas relasi Tuhan-Manusia-Alam, inilah konsep dasar yang dibangun PMII melalui Nilai Dasar Pergerakan atau yang sering disebut dengan NDP PMII. Selain itu, kader PMII juga harus berjiwa optimis atas kemampuannya dalam mengatasi berbagai masalah kehidupan, berfikir dialektis, bersikap kritis serta bertindak transformatif.

Dapat ditafsirkan disini bahwa PMII adalah organisasi pergerakan kaum muda nahdliyin yang memiliki dinamisitas dan kualitas dialektis, memiliki intelektualitas, berifikir kritis dan bertindak transformatif, berpihak secara tegas ditingkat praktis serta profesional. Oleh karenanya, citra diri insan ulul albab yang disandang kader PMII sejatinya adalah spirit baru kader dalam membangun sebuah peradaban yang maju. Oleh karenanya, citra diri insan ulul albab bagi kader PMII adalah sebagai kader pergerakan yang memiliki intelektualitas dan ketajaman analisis atas fenomena, sehingga proses alamiyah akan menjadikannya untuk membangun suatu peradaban yang maju dan dengan tujuan untuk menciptakan kemaslahatan bagi umat manusia, serta dengan intelektualitas yang tinggi pula, maka kepekaan terhadap setiap perkembangan dan perubahan zaman sangat diperlukan dalam rangka mengaktualisasikan ilmu yang dimilikinya untuk menghindari terjadinya isolasi intelektual.

Ambarwinangun - Ambal, Januari 2018

Mizanul Akrom


Saturday, January 27, 2018

POTRET GERAKAN PMII

POTRET GERAKAN PMII
Islam yang didengungkan dan digaungkan PMII ialah Islam rahmatan lil 'alamin, Islam yang ‘ramah’ bukan Islam yang ‘marah’. Itulah realitanya, dengan instrumen Islam ramah dan rahmatan lil ‘alamin tersebut, sehingga menjadikan wajah Islam begitu kaya, beragam, inklusif, dan variatif. Karena memang dalam sejarah kelahirannya, Islam bukanlah entitas yang tunggal, namun sebagai sunnatullah yang beragam.

Dalam konteks dunia yang sedemikian majunya dengan pluralitas budaya dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi-informasi, semangat Islam pun tetap menyala dan menjelma menjadi semangat gerakan, baik gerakan pemikiran maupun transformasi sosial. Islam yang hadir di tengah-tengah peradaban Quraisy, benar-benar memiliki cita-cita dan semangat mulia, salah satunya semangat 'pembebasan', yakni membebaskan manusia dari kebodohan, ketidakadilan, dan kungkungan kekuasaan yang menindas. Semangat pembebasan tersebut tidak hanya bagi manusia atau masyarakat Jazirah Arab an sich, namun juga bagi manusia dan masyarakat bangsa di seluruh dunia.

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), atau Indonesian Moslem Student Movement merupakan organisasi kemahasiswaan, keislaman, dan keindonesiaan yang benar-benar memiliki cita-cita mulia. Sebagai salah satu eksponen dan pembaharu bangsa yang mengemban misi intelektual yang berkewajiban dan bertanggungjawab mengemban komitmen keislaman dan keindonesiaan demi meningkatkan harkat dan martabat umat manusia, membebaskan bangsa Indonesia dari kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan baik spiritual dan material dalam segala bentuk.

Dalam mengemban tanggungjawab komitmen tersebut, sehingga dalam setiap tahunnya PMII merefresh diri dengan melangsungan kaderisasi (rekrutmen kader) dengan tujuan agar semangat gerakan, cita-cita, perjungan, dan ideologisasi PMII selalu hidup dan berlangsung dari generasi kegenerasi. Lebih dari itu, selain sebagai penerus mata rantai pengetahuan PMII juga secara intens tidak saja melakukan kajian dan penelitian atas berbagai pemikiran keagamaan, filsafat, dan teori-teori sosial lainnya, namun juga terjun langsung untuk melakukan pendampingan, advokasi dan dalam urusan tertentu melangsungkan aksi sosialnya dalam menyalurkan aspirasi dihadapan penguasa.

Perlu diketahui juga bahwa founding fathers PMII mendirikan PMII tidak dengan ruang kosong dan terpisah dari realitas sejarah. Mereka telah memberikan landasan ideal dan paradigmatik apa, dan bagaimana sebenarnya PMII itu, serta model gerakan seperti apa yang hendak dilahirkan PMII. Dalam perjalanannya, di era 1990-an PMII dinilai oleh banyak kalangan sebagai organisasi mahasiswa yang paling dinamis, liberal, dan berani. Karena PMII sebagai motor penggerak utama yang anti kemapanan, pejuang demokrasi dan pembela ‘wong cilik’. Selain daripada itu, kader-kader PMII adalah mahasiswa yang 'gila wacana', karena mereka sangat lahap mengkonsumsi berbagai varian-varian pemikiran, mulai dari pemikir Kiri Islam seperti Hasan Hanafi, Ali Syari’ati, Asghar Ali Engineer dan pemikir Kiri Islam yang lain, hingga pemikir kritis Barat seperti seperti Immanuel Kant, Karl Marx, G.W.F. Hegel, Sigmund Freud, Jurgen Habermas, dan pemikir kritis lainnya, menjadi santapan dan menu sehari-hari kader PMII.

Selain lahap wacana, PMII juGa bergerak dalam aksi sosial. Dihampir tidak ada aksi jalanan yang tidak luput dari peran gerakan PMII,  advokasi, dan kerja pemberdayaan masyarakat tertindas yang terjadi diberbagai daerah adalah aksi yang diperankannya. Dengan arah dan pola gerakan demikian, sehingga mampu membawa PMII menjadi salah satu 'most wanted' rezim Orde Baru.

Realitas sosial di atas, menjadi fakta dan gerakan konkrit PMII yang tak terbantahkan, karena kemampuan PMII dengan seluruh resources yang dimilikinya mampu berdialog secara kreatif dengan konteks dan historisitas sosial saat itu, sehingga elan vital gerakan PMII begitu tampak menggeliat dalam kerja-kerja kongkrit demokrasi, kemanusiaan dan perjuangan mewujudkan keadilan. Meskipun di zaman sekarang ini masih terlihat kekurangan di sana-sini, namun siapapun bisa menilai bahwa PMII telah sanggup menyatukan dirinya dengan realitas historis dan menjadi anak emas di zamannya. Karena PMII telah mampu mengintegrasikan antara gerakan pemikiran dan gerakan sosial, serta mampu bergerak kreatif dan dinamis menjawab berbagai tantangan zaman dan keruwetan persoalan hidup masyarakat dan bangsa.

Itulah sekelumit potret gerakan PMII, sebagai organisasi kemahasiswaan, keislaman dan keindonesiaan, dan sekaligus sebagai kaum intelektual muda NU yang memiliki akar tradisi pemikiran, gerakan dan basis konstituen yang jelas, sehingga dinamika gerakan dan pemikiran yang telah dilakoninya benar-benar membumi dan diakui oleh masyarakat luas.