Wednesday, October 20, 2021

PENGANTAR FILSAFAT PENDIDIKAN

PENGANTAR FILSAFAT PENDIDIKAN

Prawacana

Ada yang mengatakan, belajar filsafat diumpamakan dengan berpariwisata. Ungkapan ini dapat dibenarkan, karena berfilsafat berarti kita sedang memasuki dunia pemikiran baru atau dunia gagasan baru yang belum kita kenal. Sama halnya dengan wisatawan, ia ingin keluar dari rutinitas keseharian dan keluar dari hingar-bingar perkotaan yang bising, menjenuhkan, bosan dengan banyaknya jalan beton dan aspal di kota tempat tinggalnya, dengan mencari dan menikmati pemandangan alam baru yang mempertunjukkan sawah yang hijau permai, gunung yang berselimutkan hutan lebat, laut biru tua dengan pantai putih bersih, dan pulau kecil yang disinari cahaya pagi matahari nan sejuk. Pengalaman dan pengamatan secara langsung dari wisatawan tentang keindahan dan kekayaan alam tersebut, walapun hanya beberapa hari, namun memberi makna dan penyegaran kembali bagi pikiran, sehingga ia sesampai di rumah dapat menghadapi kembali tugas-tugas harian dengan segar dan penuh energi baru.

 Pengalaman wisatawan tersebut serupa dengan belajar filsafat. Perbedaannya hanya terletak pada objek pengalamannya, yang mana dengan belajar filsafat kita tidak berkenalan dengan keindahan alam atau kondisi alam-dunia lain, melainkan kita memasuki dunia pemikiran baru, dunia gagasan baru, dan untuk memperluas wawasan kita, sehingga kita dapat berkenalan dengan banyak ide, gagasan yang belum pernah kita pikirkan sebelumnya. Karena filsafat merupakan studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis yang dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen atau percobaan-percobaan, akan tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Konteks filsafat pendidikan merupakan cabang dari beberapa cabang dalam filsafat, karenanya antara keduanya tidak bisa dipisahkan.

Filsafat pendidikan sebagai ilmu filsafat yang mempelajari hakekat pelaksanaan dan pendidikan. Bahan yang dipelajari meliputi tujuan, latar belakang, cara, hasil dan hakekat pendidikan. Sedangkan metode yang dilakukan adalah dengan menganalisis secara kritis struktur dan manfaat pendidikan, selain filsafat pendidikan juga memandang bahwa kegiatan pendidikan sebagai objek yang dikaji baik secara ontologis, epistemologis maupun aksiologis.

 Definisi Filsafat

Apa itu filsafat? Pertanyaan ini tidaklah mudah untuk dijawab. Seorang ahli filsafat pun akan mengalami kesulitan jika ditodong oleh orang awan atas pertanyaan itu. Mengapa seorang filsuf merasa bingung atas pertanyaan semacam itu? Tentu saja bukan karena ia tidak tahu apa itu filsafat, melainkan karena ia tidak bisa jelaskan kepada orang yang tetap tinggal di luar alam pikiran filsafat. Karena orang yang ingin tahu dan paham apa itu filsafat maka ia harus terjun langsung di dalamnya dan mencarinya sendiri. Mudahnya, untuk mengetahui filsafat ia harus memasuki wilayah ilmiah di dalamnya dan mengalaminya sendiri.

Jika kita ingin memasuki wilayah filsasat, langkah pertamanya adalah dengan memandang kata filsafat secara etimologi. Dengan etimologi di sini dimaksudkan untuk mencari akar dan arti kata menurut asal-usulnya.[1] Kata filsafat (Inggris: philosophy) berasal dari bahasa Yunani. Kata ini berasal dari kata ‘philosophia’, yang berarti cinta pengetahuan. Terdiri dari kata ‘philos’ yang berarti cinta, senang, suka, dan kata ‘sophia’ yang berarti pengetahuan, hikmah, kebijaksanaan. Karena itu, philosophia berarti mencintai kebijaksanaan, dan philoshopos (filsuf) adalah pecinta kebijaksanaan. Dengan demikian dapat ditarik pengertian bahwa filsafat adalah cinta pada ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka pada hikmah dan kebijaksanaan. Karenanya, orang yang berfilsafat berarti orang yang mencintai kebenaran, berilmu pengetahuan, ahli hikmah dan bijaksana.[2]

Dalam pengertian yang lebih luas, filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara kritis. Filsafat ialah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi. Filsafat diartikan juga sebagai usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan, analisis logis dari bahasan dan penjelasan tentang arti konsep. Lebih dalam lagi, filsafat ialah sekumpulan problem-problem yang langsung mendapat perhatian manusia dan dicarikan jawabannya oleh ahli filsafat.[3]

Filsafat sebagai pandangan yang menyeluruh dan sistematis. Menyeluruh, karena filsafat bukan hanya pengetahuan, melainkan juga sebagai pandangan yang dapat menembus sampai di balik pengetahuan itu sendiri. Dengan pandangan yang lebih terbuka ini, hubungan dan pertalian antara semua unsur yang mengarahkan perhatian dan kedalaman mengenai kebajikan dimungkinkan untuk dapat ditemukan. Sistematis, karena filsafat menggunakan berfikir secara sadar, teliti dan teratur sesuai dengan hukum-hukum yang ada.[4] Karena itu, filsafat berarti berfikir menurut tata tertib (logika), bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma atau agama) dan dengan sedalam-dalamnya, sehingga sampai ke dasar-dasar persoalan.[5]

Begitupun juga, berfikir secara spekulatif termasuk dalam rangkaian berfikir filsafat. Maksud berfikir spekulatif adalah berfikir dengan cara merenung, memikirkan segala sesuatu sedalam-dalamnya tanpa keharusan adanya kontak langsung dengan objek sesuatu tersebut. Tujuannya adalah untuk mengerti hakekat sesuatu.[6] Karena pemikiran-pemikiran yang bersifat filsafat didasarkan atas pemikiran yang bersifat spekulatif, maka nilai-nilai kebenaran yang dihasilkannya pun tak terhindarkan dari kebenaran yang spekulatif. Hasilnya akan sangat bergantung pada pandangan filosof yang bersangkutan. Karenanya, pendapat yang baku dan diterima oleh semua orang akan sulit diwujudkan. Padahal, kebenaran yang ingin dicapai oleh filsafat ialah kebenaran yang bersifat hakiki, hingga nilai kebenaran tersebut dapat dijadikan pandangan hidup manusia.

Mengingat dominasi penggunaan nalar manusia dalam berfilsafat, maka kebenaran yang dihasilkannya pun didasarkan atas penilaian kemampuan maksimal menurut nalar manusia. Namun karena nalar manusia bersifat terbatas, maka kebenaran yang didapat bersifat spekulatif. Dalam kaitan ini, maka filsafat di sini adalah suatu lapangan pemikiran dan penyelidikan manusia yang amat luas (komprehensif). Ini artinya bahwa filsafat itu menjangkau semua persoalan dalam daya kemampuan pikiran manusia dengan mencoba mengerti, menganalisis, menilai dan menyimpulkan semua persoalan-persoalan secara mendalam.

Meskipun kesimpulan-kesimpulan filsafat bersifat hakiki, tetap saja ia masih relatif dan subjektif. Kedua sifat inilah merupakan sifat alamiah (kodrati) pada subjek yang melakukan aktivitas filsafat itu sendiri, yaitu manusia. Manusia dalam proses perkembangan—baik jasmani dan rohani—cenderung memiliki watak subjektivitas, karena itu kesimpulan-kesimpulan yang dilahirkan pun bersifat subjektif. Faktor-faktor inilah yang melahirkan aliran-aliran filsafat dan perbedaan-perbedaan dalam filsafat.

Dengan demikian, kebenaran filsafat adalah kebenaran yang relatif. Artinya, kebenaran itu selalu mengalami perkembangan sesuai dengan perubahan zaman dan peradaban manusia. Bagaimanapun, penilaian tentang suatu kebenaran yang dianggap benar itu masih tergantung pada ruang dan waktu. Apa yang dianggap benar oleh masyarakat atau bangsa lain, belum tentu akan dinilainya sebagai kebenaran oleh masyarakat atau bangsa lain. sebaliknya, sesuatu yang dianggap benar oleh suatu masyarakat atau bangsa dalam suatu zaman akan berbeda pada zaman berikutnya.

Jadi, filsafat adalah ilmu pengetahuan komprehensif yang berusaha memahami persoalan-persoalan yang timbul di dalam keseluruhan ruang lingkup pengalaman manusia. Dengan demikian, diharapkan agar manusia dapat mengerti dan memiliki pandangan yang menyeluruh dan sistematis mengenai alam semesta dan tempat manusia di dalamnya. Filsafat dibutuhkan oleh manusia adalah dalam upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam berbagai lapangan kehidupan manusia. Jawaban atas pertanyaan itulah merupakan hasil pemikiran yang sistematis, integral, menyeluruh dan mendasar. Karenanya, pemikiran yang bersifat filosofis setidaknya memiliki ciri-ciri yang jelas, yakni tertuju pada upaya untuk mengadakan pemeriksanaan dan penemuan, di samping berfikir filosofis juga adalah berfikir radikal dengan menggunakan kemampuan yang optimal dari akal budi manusia.

Definisi Pendidikan

Secara alamiah, manusia dalam pertumbuhan dan perkembangannya mengalami proses tahap demi tahap sejak dalam kandungan sampai meninggal. Demikian halnya kejadian alam semesta ini, diciptakan Tuhan melalui proses setingkat demi setingkat. Sedangkan pola perkembangan manusia dan kejadian alam semesta yang berproses tahap demi tahap ini berlangsung di atas hukum alam yang ditetapkan Tuhan sebagai sunnatullah (natural law). Pendidikan adalah sebagai proses, yaitu proses usaha sadar dalam membina dan mengembangkan pribadi manusia, unsur jasmani maupun rohani, yang berlangsung secara bertahap menuju kematangan hidup, dan bertitik akhir pada optimalisasi perkembangan atau pertumbuhan manusia menuju pribadi yang bulat dan utuh baik secara intelektual, moral dan spiritual.

Secara etimologi, pendidikan berasal dari bahasa Yunani ‘paedagogike’, merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata ‘paes’ yang berarti anak, dan kata ‘ago’ yang berarti aku membimbing. Jadi, paedagogike berarti aku membimbing anak. Orang yang pekerjaannya membimbing anak, dengan maksud membawanya ke tempat belajar, yang dalam bahasa Yunani disebut ‘paedagogos’. Jika kata ini diartikan secara simbolis, maka perbuatan membimbing ini merupakan inti dari perbuatan mendidik yang tugasnya hanya untuk membimbing saja, kemudian melepaskan anak itu untuk kembali ke masyarakat.[7] Selain itu, secara bahasa pendidikan berasal dari kata dasar ‘didik’, mendapat awalan ‘men’ kemudian menjadi ‘mendidik’, yang berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran). Sedangkan pendidikan sebagai kata benda, berarti proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan dirinya melalui upaya pengajaran dan latihan.[8]

Pendidikan adalah bimbingan secara sadar dari pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya pribadi manusia yang utama dan ideal, yakni pribadi manusia yang memiliki kesadaran moral dan sikap mental secara teguh dan sungguh-sungguh memegang dan melaksanakan ajaran atau prinsip-prinsip nilai (filsafat) yang menjadi pandangan hidup secara individu, masyarakat maupun filsafat bangsa dan negara. Pendidikan juga diartikan sebagai proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya rasa (emosi) manusia. Dalam hubungan ini, sehingga pendidikan merupakan suatu usaha dalam mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya sebagai bagian dari kehidupan masyarakat dan kehidupan alam sekitarnya.

Sedangkan pengertian pendidikan dalam arti yang luas adalah sebagai perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuan, pengalaman, kecakapan dan keterampilannya kepada generasi muda agar mereka dapat memahami fungsi hidupnya, baik jasmani maupun rohani. Upaya ini dimaksudkan agar dapat meningkatkan kedewasaan dan kemampuan anak untuk memikul tanggungjawab moral dari segala perbuatannya. Jadi, proses pendidikan adalah proses perkembangan yang memiliki tujuan, yakni menuju kedewasaan dan kematangan kepribadian manusia. Dengan demikian jelaslah bahwa pengertian pendidikan erat kaitannya dengan masalah yang dihadapi dalam kehidupan manusia.[9]

Dari beberapa uraian penjelas di atas, pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiaannya dalam membimbing, melatih, mengajar dan menanamkan nilai-nilai serta dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi muda, agar nantinya mereka menjadi manusia yang sadar dan bertanggungjawab akan tugas-tugasnya sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakiki dan ciri-ciri kemanusiaannya. Dengan kata lain, proses pendidikan merupakan rangkaian usaha membimbing dan mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan dasar dan kehidupan pribadinya sebagai makhluk individu dan sosial serta dalam hubungannya dengan alam sekitarnya agar menjadi pribadi yang bertanggungjawab.

 Definisi Filsafat Pendidikan

Dalam memahami apa pengertian dari filsafat pendidikan, maka dapat digunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan tradisional dan pendekatan kritis. Pertama, filsafat pendidikan dalam arti tradisional adalah filsafat pendidikan dalam bentuk yang murni. Pendekatan ini telah berkembang dengan menghasilkan berbagai alternatif jawaban terhadap berbagai macam pertanyaan filosofis yang diajukan dalam bidang pendidikan; yang jawabannya terdapat dalam berbagai aliran filsafat pendidikan. Kedua, pendekatan pemikiran kritis, yang mana dalam pendekatan ini pertanyaan yang diajukan dapat disusun dan tidak terikat oleh periode waktu, serta dapat menerapkan analisis yang dapat menjangkau waktu kini maupun yang akan datang.

Analisis yang digunakan dengan dua cara, yaitu analisa bahasa (linguistik) dan analisa konsep. Analisa bahasa adalah usaha untuk mengadakan interpretasi yang menyangkut pendapat mengenai makna. Analisa bahasa sangat diperlukan untuk mennghasilkan tinjauan yang mendalam. Sedangkan analisa konsep adalah suatu analisa mengenai gagasan atau konsep. Jawaban-jawaban dalam analisa-konsep tersebut berbentuk definisi-definisi yang diungkapkan oleh tokoh-tokoh.[10]

Filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur dan menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memaduan proses pendidikan. Artinya bahwa filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat yang diupayakan untuk mencapainya. Dalam hal ini yaitu filsafat, filsafat pendidikan, dan pengalaman kemanusiaan merupakan faktor yang integral. Filsafat pendidikan juga dapat didefinisikan sebagai kaidah filosofis dalam bidang pendidikan yang menggambarkan aspek-aspek pelaksanaan falsafah umum dan menitikberatkan pada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara praktis. Filsafat pendidikan merupakan ilmu yang pada hakekatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan. Baginya, filsafat pendidikan merupakan aplikasi dari suatu analisis filosofis terhadap pendidikan.[11]

Intinya bahwa filsafat pendidikan adalah filsafat yang memikirkan tentang masalah pendidikan, atau filsafat pendidikan juga diartikan sebagai teori pendidikan. Filsafat pendidikan juga diartikan sebagai ilmu yang pada hakekatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan, sehingga filsafat pendidikan di sini merupakan aplikasi dari suatu analisa filosofis terhadap bidang pendidikan.[12]

Dengan demikian, filsafat pendidikan dapat dipahami sebagai aplikasi filsafat dalam pendidikan, juga dapat dimengerti sebagai berpikir secara radikal, sistematis dan universal tentang pendidikan. Kedua pengertian itu dapat dipakai, karena keduanya (filsafat maupun pendidikan) memiliki otonomi. Mengapa disebut otonom, karena keduanya memiliki objek kajian dan penelaahan masing-masing, serta dari masing-masing kuduanya juga memiliki sistematika tersendiri.

 Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan

Secara makro (umum), apa yang menjadi objek pemikiran filsafat adalah ruang lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan alam sekitarnya. Ini semua juga merupakan objek pemikiran filsafat pendidikan. Akan tetapi secara mikro (khusus), yang menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan, meliputi: (1) hakekat pendidikan (The Nature Of Education); (2) hakekat manusia sebagai subjek dan objek pendidikan (The Nature Of Man); (3) hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan kebudayaan; (4) hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, dan teori pendidikan; (5) hubungan antara negara (ideologi), filsafat pendidikan, dan politik pendidikan (sistem pendidikan); dan, (6) sistem nilai, norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan pedidikan.[13]

Dengan demikian, ruang lingkup filsafat pendidikan adalah semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk mengerti dan memahami hakekat pendidikan. Tentunya yang berhubungan dengan bagaimana melaksanakan pandidikan yang baik dan bagaimana pula tujuan pandidikan itu dapat dicapai atau yang di cita-citakan. Untuk menjawab itu semua diperlukan filsafat dalam pendidikan, karena keberadaan filsafat berbeda dengan ilmu. Ilmu ingin mengetahui sebab dan akibat dari sesuatu. Sementara filsafat tidak terikat pada suatu ketentuan atau tidak mau terkurung hanya pada ruang dan waktu dalam pembahasan dan penyelidikannya tentang hakekat sesuatu yang menjadi objek dan materi bahasannya.

Berbicara tentang filsafat sebagai ilmu yang mempelajari objek dari segi hakekatnya, di dalamnya memiliki beberapa problema pokok. Pertama, realita. Yakni, kenyataannya yang selanjutnya mengarah pada kebenaran, akan muncul jika orang mampu mengambil suatu konklusi bahwa pengetahuan yang diperoleh tersebut memang nyata. Kedua, pengetahuan. Yakni, yang menjawab pertanyaan-pertanyaan, misalnya apakah pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan tersebut, dan jenis-jenis pengetahuan. Ketiga, nilai, yang dipelajari oleh filsafat disebut asksiologi. Pertanyaan-pertanyaan yang dicari jawabannya, misalnya nilai yang bagaimana yang diinginkan manusia sebagai dasar hidupnya.[14]

Selanjutnya, dalam pengembangan konsep-konsep pendidikan dapat digunakan sebagai dasar dari hasil-hasil yang diperoleh dari cabang-cabang di atas. Lebih penting lagi, dalam menyelenggarakan pendidikan perlu mengetahui bagaimana pandangan dunia terhadap pendidikan yang diperlukan masyarakat pada masanya. Hal ini merupakan kajian metafisika, demikian halnya dengan keberadaan epistemologi, aksiologi dan logika dalam dunia pendidikan, tentunya memberi konstribusi yang besar.

Sebagaimana filsafat umum, filsafat pendidikan juga memiliki beberapa sumber, yaitu manusia (people). Manusia kebanyakan mengalami kesulitan-kesulitan dalam proses pendewasaan atau kematangan. Selanjutnya adalah sekolah. Pengalaman seseorang, jenis sekolah, dan guru-guru di dalamnya merupakan sumber-sumber pokok dari filsafat pendidikan. Terakhir adalah lingkungan (environment). Lingkungan sosial budaya tempat seseorang tinggal dan dibesarkan adalah sumber yang lain dari filsafat pendidikan.[15]

Filsafat pendidikan, sesuai dengan peranannya merupakan landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijakan dan pelaksanaan pendidikan. Sedangkan filsafat, dengan cara kerjanya yang bersifat sistematis, universal dan radikal, yang mengupas dan menganalisis sesuatu secara mendalam, ternyata sangat relevan dengan problema matematika hidup dan kehidupan manusia, serta mampu menjadi perekat kembali antara berbagai macam disiplin ilmu yang berkembang saat ini. Sehingga filsafat pendidikan akan menemukan relevansinya dengan hidup dan kehidupan masyarakat dan akan lebih mampu lagi meningkatkan fungsinya bagi kesejahteraan hidup manusia.

Dengan demikian, hubungan filsafat dan filsafat pendidikan menjadi begitu penting. Karena masalah pendidikan merupakan masalah hidup dan kehidupan manusia. Proses pendidikan berada dan berkembang bersama proses perkembangan hidup dan kehidupan manusia. Dalam konteks ini, filsafat pendidikan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia.

Dari uraian di atas dapat diambil suatu konklusi bahwa filsafat adalah studi kritis tentang masalah-masalah kehidupan yang dilakukan untuk mencari jalan keluar yang lebih baik tentang bagaimana menangani masalah tersebut. Dalam hal ini, filsafat bertujuan untuk memberikan jawaban yang lebih dapat diterima tentang konsep-konsep hidup yang meliputi suatu kehidupan yang ideal dan lebih mendasar.

 Konklusi

Filsafat berarti mencintai kebijaksaan, sejalan dengan itu sehingga filsafat mengharuskan berfikir secara mendasar dan mendalam agar bisa mencapai derajat kebijaksaan tertinggi. Dan akibat daripada keharusan berfikir secara mendasar dan mendalam, maka filsafat sangat diperlukan pendidikan untuk memberikan pandangan yang berbeda atau bahkan kritik terhadap perjalanan pendidikan. Kritik dari filsafat itulah yang diharapkan akan mampu membenahi dan menyempurnakan setiap aspek pendidikan. Kritik filsafat atas pendidikan sangatlah berharga karena menyapaikan hal-hal mendasar dan mendalam kaitan semua unsur pendidikan, sehingga pendidikan akan mengetahui pandangan dunia terhadap pendidikan yang diperlukan masyarakat pada masanya. Mudahnya, kritik filsafat atas pendidikan selalu akan membangun dan selalu berusaha menyajikan pendidikan untuk menjadi lebih baik dan kembali pada hakekatnya.

  

Daftar Pustaka

 Ahmadi, Abu dan Uhbiyati, Nur, 2003, Ilmu Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.

Akrom, Mizanul, 2021, Metamorfosa Pendidikan Islam Berbasis Pluralisme, Bandung: Guepedia.

Barnadib, 1994, Filsafat Pendidikan Sistem dan Metode, Yogyakarta: Andi Offset.

Bertens, K. dkk., 2018, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Kanisius.

Hermawan, Heris, 2012, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama.

Jalaluddin & Idi, Abdullah, 2012, Filsafat Pendidikan; Manusia, Filsafat, dan Pendidikan, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Jalaludin dan Said, U., 1998, Filsafat Pendidikan Islam; Konsep dan Pengembangan Pemikirannya, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998.

Mahmud, 2011, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia.

Syam, Muhammad Noor, 1998, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pancasila, Surabaya: Usaha Nasional.

 



[1] K. Bertens dkk., Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 2018), hlm. 30.

[2] Jalaluddin & Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan; Manusia, Filsafat, dan Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 15.

[3] Jalaludin dan U. Said, Filsafat Pendidikan Islam; Konsep dan Pengembangan Pemikirannya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 9.

[4] Barnadib, Filsafat Pendidikan Sistem dan Metode, (Yogyakarta: Andi Offset, 1994), hal. 11-12.

[5] Berfikir yang demikian adalah sebagai karakteristik dan berfikir filosofis. Berfikir secara filsafat merupakan cara berfikir radikal, sistematis, menyeluruh, dan mendasar untuk sesuatu permasalahan yang mendalam.

[6] Muhammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pancasila, (Surabaya: Usaha Nasional, 1988), hlm. 25.

[7] Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm. 70.

[8] Mizanul Akrom, Metamorfosa Pendidikan Islam Berbasis Pluralisme, (Bandung: Guepedia, 2021), hlm. 21. Lihat juga: Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), hlm. 19.

[9] Jalaluddin & Abdullah Idi, Op. cit., hlm. 20-21.

[10] Heris Hermawan, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, 2012), hlm. 14.

[11] Jalaluddin & Abdullah Idi, Op. cit., hlm. 20-21.

[12] Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para perencana pendidikan, dan orang-orang yang bekerja dalam bidang pendidikan. Karena hal ini akan mewarnai perbuatan mereka secara arif dan bijak, menghubungkan usaha-usaha pendidikannya dengan falsafah umum, falsafah bangsa dan negaranya. Pemahaman akan filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.

[13] Jalaluddin dan Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), hlm. 17.

[14] Jalaluddin & Abdullah Idi, Op. cit., hlm. 27.

[15] Ibid., hlm. 28-29.