Keyword:
PANCASILA,
KRIDATAMA; Kritis, Damai, Taat, Manusiawi
Prawacana
Pancasila
sebagai dasar dan falsafah Negara Republik Indonesia yang didalamnya
terkandung serangkaian nilai, yakni ketuhanan, kemanusiaan, pesatuan,
kerakyatan dan keadilan. Dari kelima nilai tersebut merupakan satu kesatuan
yang utuh dan terintegrasi dengan mengacu pada tujuan yang satu dan bersifat
universal-objektif serta sesuai dengan hati nurani bangsa. Mengapa demikian?
Karena sumber nilai Pancasila itu terlahir dari rahim kandungan dan kepribadian
bangsa Indonesia, sehingga nilai-nilai Pancasila tersebut benar-banar melekat
pada pembawa dan pendukung nilai Pancasila itu sendiri, yakni masyarakat,
bangsa dan seluruh warga negara Indonesia.
Dewasa ini, implementasi nilai-nilai Pancasila belum terealisasi dengan baik. Bahkan untuk beberapa lama, Pancasila sepertinya hanya menjadi ungkapan simbolis kenegaraan tanpa jelas implementasinya. Pancasila yang merupakan falsafah bangsa dan sekaligus sebagai ideologi bangsa Indonesia masih sangat kurang dalam penerapannya, yang dikarenakan eksistensi negara-bangsa (nation state) Indonesia―yang pluralistik—terancam oleh derasnya arus ideologi trans nasional yang masuk melalui sudut budaya dan agama. Jika dasar negara dan konstitusi bangsa tidak dijadikan sebagai ukuran dan acuan dalam berpikir, bertindak dan berperilaku masyarakat sebagai warga negara, jangan salahkan waktu jika Pancasila suatu saat nanti hanya menjadi sejarah bagi anak cucu kita. Untuk itu, upaya dalam implementasinya perlu lebih ditekankan kembali baik dalam tatanan kehidupan kenegaraan, kebangsaan hingga dalam kehidupan sosial masyarakat.
Dewasa ini, implementasi nilai-nilai Pancasila belum terealisasi dengan baik. Bahkan untuk beberapa lama, Pancasila sepertinya hanya menjadi ungkapan simbolis kenegaraan tanpa jelas implementasinya. Pancasila yang merupakan falsafah bangsa dan sekaligus sebagai ideologi bangsa Indonesia masih sangat kurang dalam penerapannya, yang dikarenakan eksistensi negara-bangsa (nation state) Indonesia―yang pluralistik—terancam oleh derasnya arus ideologi trans nasional yang masuk melalui sudut budaya dan agama. Jika dasar negara dan konstitusi bangsa tidak dijadikan sebagai ukuran dan acuan dalam berpikir, bertindak dan berperilaku masyarakat sebagai warga negara, jangan salahkan waktu jika Pancasila suatu saat nanti hanya menjadi sejarah bagi anak cucu kita. Untuk itu, upaya dalam implementasinya perlu lebih ditekankan kembali baik dalam tatanan kehidupan kenegaraan, kebangsaan hingga dalam kehidupan sosial masyarakat.
‘Kritis’, ‘Damai’,
‘Taat’ dan ‘Manusiawi’ atau disingkat ‘Kridatama’ merupakan kinerja terbaik
berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Maka dari itu, ‘Kridatama’ disini dapat dimaknai
sebagai suatu bentuk ikhtiar dan perjuangan
mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam
bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karakter yang dibangun
Kridatama adalah karakter yang terjiwai dan merupakan manifestasi dari
nilai-nilai Pancasila yang didalamnya mencakup empat karakter nilai sekaligus,
yakni; (1) Kritis dalam pemikiran;
(2) Damai dalam perbedaan; (3) Taat
terhadap hukum; dan, (4) Manusiawi
dalam perbuatan. Dari keempat karakter Kridatama tersebut merupakan
perwujudan atas nilai-nilai Pancasila yang diterjemahkan kedalam kehidupan sosial,
budaya, politik dan agama, terlebih untuk menjaga persatuan dan kebangsaan
menuju Indonesia yang adil, maju, makmur dan
berperadaban.
Kridatama
yang terdiri atas empat karakter nilai tersebut pada dasarnya adalah
manifestasi nilai-nilai Pancasila. Karena karakter yang dibangun Kridatama merupakan
interpretasi atas nilai-nilai Pancasila yang diejawantahkan dalam kehidupan.
Sehingga karakter Kridatama ini sebagai sistem nilai, dan merupakan satu
kesatuan yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan
tertentu, dan secara keseluruhan merupakan satu kesatuan yang utuh (terintegrasi). Atau dengan kata lain, empat pilar karakter Kridatama (kritis,
damai, taat, manusiawi) merupakan sistem nilai yang pada hakikatnya merupakan
satu kesatuan organis, dan antara karakter satu dengan lainnya saling
mengkualifikasi.
Dengan bahasa
yang lebih sederhana, empat karakter nilai Kridatama yang terjiwai atas nilai-nilai
Pancasila tersebut adalah saling berhubungan dan
membuat masing-masing karakter menjadi lebih mulia akan maknanya.
Dengan demikian, Kridatama pada hakikatnya merupakan sistem nilai yang
terkandung di dalam nilai-nilai Pancasila. Dalam pengertian bahwa karakter
dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya itu saling bertalian erat, sehingga
membentuk suatu struktur yang menyeluruh. Struktur tersebutlah yang mengandung
arti perjuangan atas nilai-nilai Pancasila dalam tatanan kehidupan kebangsaan
maupun dalam kehidupan sosial masyarakat.
Pada dasarnya,
Kridatama mengedepanan visi persatuan dan kebangsaan. Karena pada realitanya
bahwa bangsa ini adalah bangsa yang majemuk dan pluralis dengan bermacam-macam
suku, budaya dan agama. Dengan perbedaan-perbedaan itu, Kridatama mengajak
untuk bersatu—tidak harus melebur―tapi bekerja bersama-sama. Intinya bahwa
Kridatama merupakan manifestasi nilai-nilai Pancasila dan karakter bangsa yang
berusaha secara konsisten membangun jalur-jalur untuk merajut persatuan dan
kesatuan, sekalipun masing-masing itu berbeda.
Karakter dan
nilai yang ditanamkan Kridatama adalah senantiasa mewujudkan suatu sikap untuk
menerima dan mengakui kehadiran orang dan kelompok lain, termasuk orang-orang
yang berbeda keyakinan dan agama sebagai sesama warga negara. Inilah manifestasi
nilai karakter ‘damai dalam perbedaan’ yang dibangun dan dikembangkan Kridatama,
yakni persaudaraan sesama warga bangsa (ukhuwwah
wathaniyah) dan sesama manusia (ukhuwwah
basyariyah).
Dalam
kehidupan beragama, sosial dan politik tentunya muncul berbagai macam kepentingan
hingga menimbulkan berbagai macam gesekan antar kelompok dan golongan. Sekalipun
berbeda pilihan politik atau berbeda cara pandang dan cara dalam mencapai suatu
tujuan, idealnya hubungan kemanusiaan itu harus selalu dijaga. Maka dari itu,
karakter ‘manusiawi dalam perbuatan’ perlu ditumbuh-kembangkan dalam diri
masyarakat, dengan tujuan agar tidak terjadi disharmonisasi dalam kehidupan sosial masyarakat, namun menjaga harmonisasi dan hubungan-hubungan sosial
kemasyarakatan dengan sikap dan tindakan yang manusiawi. Karakter nilai manusiawi
(humanisme) ditumbuh-kembangkan
dalam diri masyarakat adalah sebuah upaya
untuk mengatur dan mengelola kemaslahatan umat dalam hal pengangkatan keadilan
yang menyeluruh, menciptakan keamanan umum serta meningkatkan kesejahteraan yang
merata dengan didasarkan atas tujuan membangun manusia seutuhnya dan
kesepakatan bersama untuk mencapai cita-cita berbangsa dan bernegara.
Usaha
membangun bangsa Indonesia yang maju dan berperadaban, tentu kontribusi hukum dikalangan
masyarakat harus sesuai dengan tujuan dari dibuatnya hukum itu sendiri, yakni
guna menerapkan kepastian serta keadilan. Oleh karenanya, kewajiban
masyarakat-bangsa hari ini adalah mengingatkan pemerintah agar menegakkan hukum
bagi siapa saja tanpa tebang pilih, agar keadilan itu merata dan dapat dirasakan oleh semua rakyat Indonesia. Kridatama
sebagai sebuah gagasan praksis pemikiran yang mengusung nilai dan karakter ‘taat
terhadap hukum’ adalah sebagai upaya dan usaha konkrit agar konflik dan
ketegangan-ketegangan dalam masyarakat—yang dapat mengganggu ketertiban dan
tatanan masyarakat—tidak muncul dan menyeruak dipermukaan. Inti tujuan taat
pada hukum adalah agar pemerintah tidak boleh tunduk pada sekelompok orang yang
memaksakan kehendaknya diluar proses demokrasi dan hukum yang berlaku. Jika
pemerintah tunduk pada kelompok-kelompok ini, maka akibatnya sistem demokrasi
yang telah kita bangun lama akan mundur
kebelakang. Untuk itu, perlunya penanaman sikap atau karakter yang
diperjuangkan oleh Kridatama, yakni ‘taat
terhadap hukum’ dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Taat terhadap
hukum menjadi modal penting bagi suatu negara, apalagi bangsa Indonesia sebagai
bangsa yang besar dan kaya akan budaya. Perlunya bagi generasi bangsa saat ini
untuk mempertahankan dan menjaga budaya bangsa agar tetap terjaga kelestariannya.
Memang benar bahwa perwujudan Pancasila itu akan menjadi sempurna bila didukung
oleh moral individu, tapi itu sifatnya sekunder. Pertama-tama perhatian kita
haruslah ditujukan pada yang primer, yakni Pancasila sebagai kaidah bangsa yang
seharusnya mengatur perilaku negara. Oleh karena itu, sudah saatnya bangsa
Indonesia berfikir kritis dan radikal untuk memahami Pancasila sebagai pandangan
hidup (way of life). Terutama dengan
melihat tanda-tanda perubahan zaman ditengah-tengah terpaan gelombang arus globalisasi, informasi dan teknologi yang begitu dahsyat. Maka dari itu, sebagai masyarakat-bangsa kita harus menyikapi perkembangan arus globalisasi, informasi dan teknologi dengan cara yang cerdas dan kritis. Dengan penanaman nalar yang cerdas dan kritis tersebut sehingga akan tumbuh rasa cinta kita pada Pancasila sebagai modal untuk mengembangkan pola berfikir, membangun peradaban bangsa dan generasi bangsa yang Pancasilais. Semakin
dalam dan luas dalam memahami dan menghayati Pancasila, maka semakin cerdas dan kritis pula generasi bangsa saat ini dan yang akan datang.
Untuk itu, karakter
‘kritis
dalam pemikiran’ sebagai role models dalam
memahami dan menghayati Pancasila, dan sebagai pondasi berfikir dalam melihat
terpaan gelombang dan arus globalisasi, informasi dan teknologi. Berfikir kritis dalam
memahami Pancasila berarti menjadikan Pancasila sebagai common platform yang bersifat terbuka. Karena berfikir kritis
berarti juga banyak perspektif dalam melihat sesuatu, sehingga semakin terbuka
dan luas pula dalam segala hal, tanpa menghilangkan nilai-nilai luhur Pancasila.
Kritis dalam pemikiran juga adalah bagian dari perjuangan terhadap nilai keadilan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena pejuang keadilan adalah mereka yang memiliki dasar yang kuat untuk bersikap kritis dalam menuntut keadilan.
Kritis dalam pemikiran juga adalah bagian dari perjuangan terhadap nilai keadilan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena pejuang keadilan adalah mereka yang memiliki dasar yang kuat untuk bersikap kritis dalam menuntut keadilan.
Namun perlu dipahami disini bahwa berfikir ‘kritis’ tidaklah cukup, dan harus dibarengi dengan karakter ‘damai’, ‘taat’ dan ‘manusiawi’.
Dengan cara pandang dan penanaman nilai atas karakter kritis, damai, taat dan
manusiawi (Kridatama) secara utuh dan terintegrasi, sejatinya
kita sedang menyediakan hati dan pikiran yang lapang bagi setiap perbedaan
persepsi, aspirasi, aktualisasi kebangsaan di bumi Indonesia ini. Dan merupakan
suatu karakter atau sikap mental yang menjadikan kita terbuka, merangkul,
bekerjasama dan bersinergi antar sesama.