Saturday, October 27, 2018

KRIDATAMA: Konsepsi Genuine Upaya Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Kehidupan

KRIDATAMA: Konsepsi Genuine Upaya Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Kehidupan
Keyword:
PANCASILA, KRIDATAMA; Kritis, Damai, Taat, Manusiawi

Prawacana
Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara Republik Indonesia yang didalamnya terkandung serangkaian nilai, yakni ketuhanan, kemanusiaan, pesatuan, kerakyatan dan keadilan. Dari kelima nilai tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan terintegrasi dengan mengacu pada tujuan yang satu dan bersifat universal-objektif serta sesuai dengan hati nurani bangsa. Mengapa demikian? Karena sumber nilai Pancasila itu terlahir dari rahim kandungan dan kepribadian bangsa Indonesia, sehingga nilai-nilai Pancasila tersebut benar-banar melekat pada pembawa dan pendukung nilai Pancasila itu sendiri, yakni masyarakat, bangsa dan seluruh warga negara Indonesia.
Dewasa ini, implementasi nilai-nilai Pancasila belum terealisasi dengan baik. Bahkan untuk beberapa lama, Pancasila sepertinya hanya menjadi ungkapan simbolis kenegaraan tanpa jelas implementasinya. Pancasila yang merupakan falsafah bangsa dan sekaligus sebagai ideologi bangsa Indonesia masih sangat kurang dalam penerapannya, yang dikarenakan eksistensi negara-bangsa (nation state) Indonesia―yang pluralistik—terancam oleh derasnya arus ideologi trans nasional yang masuk melalui sudut budaya dan agama. Jika dasar negara dan konstitusi bangsa tidak dijadikan sebagai ukuran dan acuan dalam berpikir, bertindak dan berperilaku masyarakat sebagai warga negara, jangan salahkan waktu jika Pancasila suatu saat nanti hanya menjadi sejarah bagi anak cucu kita. Untuk itu, upaya dalam implementasinya perlu lebih ditekankan kembali baik dalam tatanan kehidupan kenegaraan, kebangsaan hingga dalam kehidupan sosial masyarakat.
‘Kritis’, ‘Damai’, ‘Taat’ dan ‘Manusiawi’ atau disingkat ‘Kridatama’ merupakan kinerja terbaik berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Maka dari itu, ‘Kridatama’ disini dapat dimaknai sebagai suatu bentuk ikhtiar dan perjuangan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karakter yang dibangun Kridatama adalah karakter yang terjiwai dan merupakan manifestasi dari nilai-nilai Pancasila yang didalamnya mencakup empat karakter nilai sekaligus, yakni; (1) Kritis dalam pemikiran; (2) Damai dalam perbedaan; (3) Taat terhadap hukum; dan, (4) Manusiawi dalam perbuatan. Dari keempat karakter Kridatama tersebut merupakan perwujudan atas nilai-nilai Pancasila yang diterjemahkan kedalam kehidupan sosial, budaya, politik dan agama, terlebih untuk menjaga persatuan dan kebangsaan menuju Indonesia yang adil, maju, makmur dan berperadaban.
Kridatama yang terdiri atas empat karakter nilai tersebut pada dasarnya adalah manifestasi nilai-nilai Pancasila. Karena karakter yang dibangun Kridatama merupakan interpretasi atas nilai-nilai Pancasila yang diejawantahkan dalam kehidupan. Sehingga karakter Kridatama ini sebagai sistem nilai, dan merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu, dan secara keseluruhan merupakan satu kesatuan yang utuh (terintegrasi). Atau dengan kata lain, empat pilar karakter Kridatama (kritis, damai, taat, manusiawi) merupakan sistem nilai yang pada hakikatnya merupakan satu kesatuan organis, dan antara karakter satu dengan lainnya saling mengkualifikasi.
Dengan bahasa yang lebih sederhana, empat karakter nilai Kridatama yang terjiwai atas nilai-nilai Pancasila tersebut adalah saling berhubungan dan membuat masing-masing karakter menjadi lebih mulia akan maknanya. Dengan demikian, Kridatama pada hakikatnya merupakan sistem nilai yang terkandung di dalam nilai-nilai Pancasila. Dalam pengertian bahwa karakter dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya itu saling bertalian erat, sehingga membentuk suatu struktur yang menyeluruh. Struktur tersebutlah yang mengandung arti perjuangan atas nilai-nilai Pancasila dalam tatanan kehidupan kebangsaan maupun dalam kehidupan sosial masyarakat.
Pada dasarnya, Kridatama mengedepanan visi persatuan dan kebangsaan. Karena pada realitanya bahwa bangsa ini adalah bangsa yang majemuk dan pluralis dengan bermacam-macam suku, budaya dan agama. Dengan perbedaan-perbedaan itu, Kridatama mengajak untuk bersatu—tidak harus melebur―tapi bekerja bersama-sama. Intinya bahwa Kridatama merupakan manifestasi nilai-nilai Pancasila dan karakter bangsa yang berusaha secara konsisten membangun jalur-jalur untuk merajut persatuan dan kesatuan, sekalipun masing-masing itu berbeda.
Karakter dan nilai yang ditanamkan Kridatama adalah senantiasa mewujudkan suatu sikap untuk menerima dan mengakui kehadiran orang dan kelompok lain, termasuk orang-orang yang berbeda keyakinan dan agama sebagai sesama warga negara. Inilah manifestasi nilai karakter ‘damai dalam perbedaan’ yang dibangun dan dikembangkan Kridatama, yakni persaudaraan sesama warga bangsa (ukhuwwah wathaniyah) dan sesama manusia (ukhuwwah basyariyah).
Dalam kehidupan beragama, sosial dan politik tentunya muncul berbagai macam kepentingan hingga menimbulkan berbagai macam gesekan antar kelompok dan golongan. Sekalipun berbeda pilihan politik atau berbeda cara pandang dan cara dalam mencapai suatu tujuan, idealnya hubungan kemanusiaan itu harus selalu dijaga. Maka dari itu, karakter ‘manusiawi dalam perbuatan’ perlu ditumbuh-kembangkan dalam diri masyarakat, dengan tujuan agar tidak terjadi disharmonisasi dalam kehidupan sosial masyarakat, namun menjaga harmonisasi dan hubungan-hubungan sosial kemasyarakatan dengan sikap dan tindakan yang manusiawi. Karakter nilai manusiawi (humanisme) ditumbuh-kembangkan dalam diri masyarakat adalah sebuah upaya untuk mengatur dan mengelola kemaslahatan umat dalam hal pengangkatan keadilan yang menyeluruh, menciptakan keamanan umum serta meningkatkan kesejahteraan yang merata dengan didasarkan atas tujuan membangun manusia seutuhnya dan kesepakatan bersama untuk mencapai cita-cita berbangsa dan bernegara.
Usaha membangun bangsa Indonesia yang maju dan berperadaban, tentu kontribusi hukum dikalangan masyarakat harus sesuai dengan tujuan dari dibuatnya hukum itu sendiri, yakni guna menerapkan kepastian serta keadilan. Oleh karenanya, kewajiban masyarakat-bangsa hari ini adalah mengingatkan pemerintah agar menegakkan hukum bagi siapa saja tanpa tebang pilih, agar keadilan itu merata dan dapat dirasakan oleh semua rakyat Indonesia. Kridatama sebagai sebuah gagasan praksis pemikiran yang mengusung nilai dan karakter ‘taat terhadap hukum’ adalah sebagai upaya dan usaha konkrit agar konflik dan ketegangan-ketegangan dalam masyarakat—yang dapat mengganggu ketertiban dan tatanan masyarakat—tidak muncul dan menyeruak dipermukaan. Inti tujuan taat pada hukum adalah agar pemerintah tidak boleh tunduk pada sekelompok orang yang memaksakan kehendaknya diluar proses demokrasi dan hukum yang berlaku. Jika pemerintah tunduk pada kelompok-kelompok ini, maka akibatnya sistem demokrasi yang telah kita bangun lama akan mundur kebelakang. Untuk itu, perlunya penanaman sikap atau karakter yang diperjuangkan oleh Kridatama, yakni ‘taat terhadap hukum’ dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Taat terhadap hukum menjadi modal penting bagi suatu negara, apalagi bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar dan kaya akan budaya. Perlunya bagi generasi bangsa saat ini untuk mempertahankan dan menjaga budaya bangsa agar tetap terjaga kelestariannya. Memang benar bahwa perwujudan Pancasila itu akan menjadi sempurna bila didukung oleh moral individu, tapi itu sifatnya sekunder. Pertama-tama perhatian kita haruslah ditujukan pada yang primer, yakni Pancasila sebagai kaidah bangsa yang seharusnya mengatur perilaku negara. Oleh karena itu, sudah saatnya bangsa Indonesia berfikir kritis dan radikal untuk memahami Pancasila sebagai pandangan hidup (way of life). Terutama dengan melihat tanda-tanda perubahan zaman ditengah-tengah terpaan gelombang arus globalisasi, informasi dan teknologi yang begitu dahsyat. Maka dari itu, sebagai masyarakat-bangsa kita harus menyikapi perkembangan arus globalisasi, informasi dan teknologi dengan cara yang cerdas dan kritis. Dengan penanaman nalar yang cerdas dan kritis tersebut sehingga akan tumbuh rasa cinta kita pada Pancasila sebagai modal untuk mengembangkan pola berfikir, membangun peradaban bangsa dan generasi bangsa yang Pancasilais. Semakin dalam dan luas dalam memahami dan menghayati Pancasila, maka semakin cerdas dan kritis pula generasi bangsa saat ini dan yang akan datang.
Untuk itu, karakter ‘kritis dalam pemikiran’ sebagai role models dalam memahami dan menghayati Pancasila, dan sebagai pondasi berfikir dalam melihat terpaan gelombang dan arus globalisasi, informasi dan teknologi. Berfikir kritis dalam memahami Pancasila berarti menjadikan Pancasila sebagai common platform yang bersifat terbuka. Karena berfikir kritis berarti juga banyak perspektif dalam melihat sesuatu, sehingga semakin terbuka dan luas pula dalam segala hal, tanpa menghilangkan nilai-nilai luhur Pancasila.
Kritis dalam pemikiran juga adalah bagian dari perjuangan terhadap nilai keadilan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena pejuang keadilan adalah mereka yang memiliki dasar yang kuat untuk bersikap kritis dalam menuntut keadilan.
Namun perlu dipahami disini bahwa berfikir ‘kritis’ tidaklah cukup, dan harus dibarengi dengan karakter ‘damai’, ‘taat’ dan ‘manusiawi’. Dengan cara pandang dan penanaman nilai atas karakter kritis, damai, taat dan manusiawi (Kridatama) secara utuh dan terintegrasi, sejatinya kita sedang menyediakan hati dan pikiran yang lapang bagi setiap perbedaan persepsi, aspirasi, aktualisasi kebangsaan di bumi Indonesia ini. Dan merupakan suatu karakter atau sikap mental yang menjadikan kita terbuka, merangkul, bekerjasama dan bersinergi antar sesama.

Friday, October 26, 2018

ISLAM DAN HAM

ISLAM DAN HAM

Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan kebebasan manusia terkait interaksinya antar individu, instansi hingga pergaulannya dengan masyarakat. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh bagi tiap-tiap individu dengan perlakuan bahwa setiap orang diperlakukan setara dalam hukum tanpa membeda-bedakan warna kulit, etnis, agama ataupun ideologinya.
Perlu dipahami disini bahwa dalam hal pemenuhan hak, tidak diperbolehkan manusia satu dengan lainnya melakukan pelanggaran atas hak manusia lain. Karena sejatinya bahwa manusia hidup dimuka bumi ini tidaklah sendiri, namun selalu berinteraksi dan bersosialisasi dengan manusia lainnya. Oleh karenanya, dalam usaha pemenuhan dan perolehan hak atas dirinya, tidak dibolehkan melakukan pelanggaran terhadap hak manusia yang lain. Perlindungan atas hak-hak tersebut dinyatakan dalam Declaration of Independence of the United States 1776: “… bahwa seluruh manusia diciptakan sama, bahwa mereka sama, bahwa mereka diberkati oleh Pencipta mereka dengan hak-hak tertentu yang tidak dapat dicabut, dan diantara hak-hak ini adalah hak hidup, hak untuk meredeka dan hak mencari kebahagiaan …”.[1]
Sebagai mana kita pahami bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia sejak lahir sebagai anugrah dari Tuhan. Oleh sebab itu, HAM wajib dilindungi dan dihormati baik secara hukum, agama maupun pemerintah. Pemikir Islam, Maududi mengatakan; dalam pandangan Islam manusia memiliki hak-hak dasar yang melekat dalam dirinya, misalnya hak untuk hidup, hak untuk mendapatkan kehormatan kesuciannya bagi kaum perempuan, hak untuk memperoleh kebutuhan hidup pokok, hak individu atas kebebasan, hak atas keadilan, kesamaan derajat sebagai umat manusia, serta hak untuk kerjasama dan tidak kerjasama. Diantara hak-hak dasar tersebut, hak utama dan yang paling utama adalah hak untuk hidup.[2] Dalam al-Qur’an Surat an-Nahl ayat 32 ditegaskan: “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya”. (Qs. Al-Nahl: 32)
Dari penjelasan-penjelasan tersebut di atas sangat jelas bahwa HAM merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng. Untuk itu, HAM bagi setiap manusia itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan bahkan dikurangi sedikitpun, apalagi sampai dirampas orang lain. Karena pelanggaran atas HAM oleh manusia terhadap manusia lain tidak saja melanggar kemanusiaan, tapi juga―dalam pandangan Islam― melanggar nilai-nilai agama dan ketuhanan.

Referensi:
Aden Wijdan SZ. dkk. 2017. Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Safiria Insania Press.
Ali Maksum dkk. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan; Demokrasi HAM, Civil Society dan Multikulturalisme. Malang: Pusat Studi Agama, Politik dan Masyarakat.


[1] Aden Wijdan SZ. dkk., Pemikiran dan Peradaban Islam, Cet. I, (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2007), hlm. 204.
[2] Ali Maksum dkk., Pendidikan Kewarganegaraan; Demokrasi HAM, Civil Society dan Multikulturalisme, Cet. I, (Malang: Pusat Studi Agama, Politik dan Masyarakat, 2007), hlm. 146.