Friday, October 14, 2016

KONSEP PENDIDIKAN ISLAM

A.      Pendahuluan
Tujuan pendidikan Islam tidak lain adalah membentuk pribadi muslim yang utuh, baik jasmani maupun ruhani. Pendidikan Islam juga memiliki tujuan mengembangkan setiap fitrah (potensi) yang ada dalam diri manusia, memiliki pribadi yang religius dan sekaligus menumbuh-suburkan hubungan harmonis manusia dengan alam semesta.
Pendidikan Islam mengajarkan setiap manusia umumnya dan umat Islam khususnya untuk mencapai dan mewujudkan sebuah tujuan yang sesungguhnya, yakni agar selalu taat dan mengabdi kepada Allah Swt. Tujuan ini merupakan dasar yang paling utama sebagai bentuk  pengabdian manusia kepada Tuhannya.
Semenjak lahir, manusia dianugrahi fitrah (potensi) yang melekat dalam dirinya. Oleh sebab itu maka manusia harus selalu berusaha untuk mengembalikan dirinya pada kondisi semula, yakni pada kondisi suci. Namun tidak semua manusia tunduk dan patuh kepada Allah. Ketidak patuhan tersebut salah satunya yaitu tidak di dasarinya pendidikan dasar Islam yang seharusnya diajarkan saat manusia (anak) terlahir kedunia. Maka dari itu, setiap orang tua berperan sebagai pembimbing dan sekaligus pendidik bagi anak-anaknya, sehingga ia menjadi anak yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt.
B.       Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan Islam secara umum, dan kemudian dihubungkan dengan Islam—sebagai suatu sistem keagamaan—menimbulkan pengertian-pengertian baru yang secara implisit menjelaskan karakteristik yang dimilikinya. Azyumardi Azra menjelaskan bahwa “pendidikan itu lebih dari sekedar pengajaran (proses transfer ilmu belaka), namun pendidikan merupakan transformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya”.[1]
Dari penjelasan Azra tersebut, lebih menekankan perbedaan antara pendidikan dengan pengajaaran yang penekanannya pada pembentukan kesadaran dan kepribadian peserta didik disamping transfer ilmu atau pengetahuan (transfer knowlwdge) dan keahlian. Lebih lanjut Azra menjelaskan:
Pendidikan dengan seluruh totalitasnya dalam konteks Islam inheren dalam konotasi istilah “tarbiyah”, “ta’lim” dan “ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama, dan dari ketiga istilah inilah yang mengandung makna yang menyangkut manusia, masyarakat, lingkungan yang hubungannya dengan Tuhan dan saling berkaitan satu sama lain. istilah inilah yang mencakup ruang lingkup pendidikan Islam, baik formal, informal dan non formal.[2]

Secara lebih rinci, Toto Suharto menjelaskan pengertian pendidikan Islam sebagai berikut:
Pendidikan Islam merupakan suatu proses penataan individual dan sosial yang dapat menyebabkan seseorang tunduk dan taat kepada Islam dan menerapkannya secara sempurna dalam kehidupan individu dan masyarakat.[3]

Senada dengan Toto Suharto, Yusuf al-Qardawi memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai berikut:
Pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan Jasmaninya, akhlak dan ketrampilannya. Karena itu, pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan menyiapkannya untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya.[4]

Dari penjelasan dan uraian tersebut diatas, dapat diambil kesimpulan sederhana bahwa para ahli pendidikan Islam berbeda pendapat mengenai pengertian pendidikan Islam. Sebagian ada yang menitik beratkan segi pembentukan akhlak anak, sebagian lagi menuntut pendidikan teori dan praktik, sebagian yang lain agar terwujudnya kepribadian yang muslim. Namun dari perbedaan tersebut, terdapat titik persamaan yang secara ringkas bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan yang dilakukan oleh seorang dewasa kepada terdidik dalam masa pertubuhan agar ia memiliki kepribadian muslim.
C.      Dasar Pendidikan Islam
Disamping pengertian dari pendidikan Islam tersebut diatas, pendidikan Islam juga harus diletakkan pada prinsip atau dasar-dasar dari pendidikan Islam itu sendiri. Dasar-dasar pembentukan dan pengembangan pendidikan Islam yang pertama dan utama adalah al-Qur’an dan Sunnah. Dan untuk selanjutnya adalah nilai sosial kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan ajaran al-Qur’an dan Sunnah atas prinsip mendatangkan kemanfaatan dan menjauhkan dari kemadharatan bagi menusia. Kemudian warisan pemikiran Islam juga merupakan dasar penting dalam pendidikan Islam sebagai rujukan penting pengembangan pendidikan Islam.[5]
D.      Tujuan Pendidikan Islam
Pendidikan Islam merupakan salah satu aspek dari ajaran Islam itu sendiri, tentunya secara keseluruhan (universal). Oleh sebab itu, tujuan umum dari pendidikan Islam tidak lain yaitu tujuan hidup manusia dalam Islam, yang menurut Azra adalah “untuk menciptakan pribadi hamba Allah yang selalu bertaqwa kepadan-Nya, dan mencapai kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun akherat”.[6]
Lebih lanjut Azra menjelaskan bahwa “ketika masuk dalam konteks sosial (masyarakt, bangsa dan negara) pribadi bertaqwa ini dapat menjadi rahmatan lil ‘alamin, baik skala kecil maupun besar”.[7] Dengan tujuan inilah yang menurut Azra sebagai tujuan akhir dari pendidikan Islam.
Senada dengan pernyataan tersebut, menurut Muhammad Abduh “tujuan dari pendidikan Islam adalah untuk mendidik akal dan jiwa manusia dan menyampaikannya pada batas-batas kemungkinan seorang mencapai kebahagiaan di dunia dan akherat”.[8]
Dari penjelasan dan uraian tentang tujuan pendidikan Islam tersebut, dapat dipahami secara sederhana bahwa pendidikan Islam menginginkan anak didik agar memiliki pribadi dan struktur jiwa yang seimbang yang tidak hanya menekankan pengembangan akal, namun juga pengembangan spiritual.
Selanjutnya, dalam kaitannya dengan proses pendidikan Islam dapat dikatakan sebagai upaya atau proses pencarian, pembentukan dan pengembangan sikap dan perilaku untuk mencari, mengembangkan, memelihara, serta menggunakan ilmu dan seperangkat teknologi atau keterampilan demi kepentingan manusia sesuai dengan ajaran Islam. Oleh sebab itu, pada hakikatnya bahwa tujuan pendidikan Islam merupakan sebuah proses pelestarian dan penyempurnaan kultur Islam yang selalu berkembang dalam proses transformasi budaya yang berkesinambungan diatas ketetapan wahyu yang merupakan nilai universal.
Oleh sebab itu—berdasarkan beberapa dari tujuan pendidikan Islam yang telah diuraikan diatas—paling tidak memiliki tujuan yang pasti bagi manusia (anan didik), yakni manusia sebagai khalifah di bumi. Ketika Allah pertama kali memperkenalkan misi manusia untuk mendiami bumi, yaitu sebagai sebagai khalifah di muka bumi (sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 30-34),[9] Malaikat menduga bahwa yang bakal terjadi adalah penguasaan manusia atas manusia sehingga akan menimbulkan pertumpahan darah dan kerusakan di atas bumi sebagaimana pengalaman historis yang berhasil diamati oleh Malaikat. Sementara Malaikat sendiri mengaku bahwa merekalah (para Malaikat) yang senantiasa bertasbih, memuji kebesaran dan mensucikan Allah.
Ternyata, yang dikehendaki Allah dalam mengemban tugas khalifah di bumi adalah bukan penguasaan manusia atas manusia, akan tetapi tugas kependidikan yang merupakan konsekwensi dari tanggungjawab intelektual Adamyang telah diajar oleh Allahuntuk menegakkan kebenaran (inkuntum shadiqin). Pengakuan Malaikat atas kebenaran ilmiah adalah merupakan sikap ibadah (sujud) dan pengingkaran (iblis) atas kebenaran ilmiah tersebut merupakan sikap organisme yang bertentangan dengan nilai-nilai agama, inilah yang disebut dengan kekafiran.
Oleh sebab itu, maka proses pendidikan dalam hal ini adalah satu proses untuk mengubah dan mengangkat harkat, derajat dan martabat manusia (Adam) dari sesamanya (Malaikat dan Iblis).
Logika yang dapat ditarik dari surah al-Baqarah ayat 30-34 adalah untuk menghentikan pertumpahan darah dan pengrusakan bumi, tidak cukup dengan bertasbih, memuji kebesaran Allah, apalagi dengan kesombongan, melainkan harus ditegakkan dengan kebenaran. Demikian pula, menegakkan kebenaran tidak cukup hanya dengan bertasbih dan memuji kebesaran Tuhan, melainkan harus melalui proses pendidikan dengan memberi penghormatan terhadap kebenaran ilmiah.
Oleh sebab itu, sebagaimana dijelaskan oleh Chabib Thoha bahwa:
Hakikat pendidikan Islam bukan untuk meleburkan sifat dan potensi insani kedalam sifat dan potensi Malaikiyah, melainkan justru merupakan proses pemeliharaan dan penguatan sifat dan potensi insane, sehingga dapat menumbuhkan kesadaran untuk menemukan kebenaran.[10]

Maka dari itu, berdasar atas uraian dan penjelasan tersebut diatas, dapat dipahami disini bahwa dalam kaitannya dengan proses pendidikan Islam adalah sebuah upaya atau proses, pencarian, pembentukan dan pengembangan sikap dan prilaku untuk mencari, mengembangkan, memelihara, serta menggunakan ilmu dan seperangkat teknologi atau keterampilan demi kepentingan manusia sesuai dengan ajaran Islam. Oleh sebab itu, pada hakikatnya bahwa proses pendidikan Islam merupakan suatu proses pelestarian dan penyempurnaan kultur Islam yang selalu berkembang dalam proses transformasi budaya yang berkesinambungan di atas ketetapan wahyu yang merupakan nilai universal.

Daftar Pustaka:
Azra, Adzyumardi. 2012. Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Ditengah Tantangan Melinium III. Jakarta: Kencana.
Suharto, Toto. 2011. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Syamsul, Kurniawan dan Mahrus, Erwin. 2011. Jejak  Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Departemen Agama RI. 1989. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: Toha Putra Semarang.
Thoha, Chabib, M. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


[1] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Ditengah Tantangan Melinium III, cet pertama, (Jakarta: Kencana, 2012), hal. 4.
[2] Ibid., hal. 5-6.
[3] Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, cet pertama, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hal. 22.
[4] Ibid.
[5] Azyumardi Azra, Op. cit., hal. 8.
[6] Ibid., hal. 9.
[7] Ibid., hal. 8.
[8] Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, Jejak  Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, cet pertama, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hal. 123.
[9]) Artinya: (30). Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (31). Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar! (32). Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana". (33). Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini". Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku-katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan? (34). Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. Surat Al-Baqarah (01): 30-34. Lihat: Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra Semarang, 1989), hal. 13-14.
[10] M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, cet pertama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 32.
Previous Post
Next Post

Penulis yang mengabdikan tulisannya bagi amal jariyah pemikiran. Tokoh favorit sekaligus panutannya adalah Gus Dur

0 comments: