Diskurus mengenai pendidikan memang amat
menarik. Dikatakan menarik karena seluruh persoalan hidup dan kehidupan manusia
ditandai dengan kegiatan belajar mengajar atau pendidikan. Lebih dari itu, sampai-sampai
Rasullah Saw sendiri dalam haditsnya menyebutkan betapa pentingnya pendidikan
itu: “Carilah ilmu itu sejak dari buaian hingga keliang lahat.”
Sedemikian pentingnya pendidikan bagi manusia, hingga diskursus mengenai pendidikan
seakan tidak pernah berakhir, dan setiap kali pendidikan dibicarakan maka
selalu menarik dan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan besar.
Tak pelak lagi bahwa era globalisasi seperti
sekarang ini dimana era reformasi teknologi-informasi, dimana era digital,
internet, android serta smartphone yang begitu mendunia benar-benar menampilkan
wajah yang berbeda dari era-era sebelumnya. Salah satu bentuk keberhasilan
era ini adalah menyebarnya umat manusia disegala penjuru dunia yang membuat
setiap individu tidak lagi terhalangi untuk mengakses perkembangan dan penemuan
ilmu pengetahuan yang bergerak cepat dalam setiap harinya.
Sebagaimana perkembangan masyarakat dunia
menuju masyarakat informasi (informatical society) dimana
elektronika memegang peranan penting, dan bahkan menentukan corak
kehidupan manusia. Lewat smartphone yang menjadi teman hidup dalam kesehariannya sehingga manusia mampu memasuki lingkungan informasi dunia. Elektronik seperti laptop, browser lewat internet telah sanggup mengankses informasi sampai pelosok dunia. Dengan pencarian lewat mesin Google, apapun informasi yang kita mau baik video, tulisan, gambar dan lainnya langsung tampil dengan cepatnya. Itulah keberhasilan teknologi saat ini, sehingga manusia benar-benar dimanjakan dengan hadirnya teknologi yang sangat modern dan canggih.
Disamping keberhasilan-keberhasilan dunia
teknologi informasi tersebut, ternyata sisi yang lain telah muncul
persoalan-persoalan dalam diri manusia maupun masyarakat yang begitu nampak
dipermukaan akhir-akhir ini. Suatu kondisi dimana manusia sudah tidak bisa lagi
beraktivitas tanpa disertai teknologi. Sehingga muncul penilaian negatif bahwa
manusia saat ini benar-benar telah kecanduan teknologi yang tidak lain adalah
dampak buruk yang bisa mengurangi nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karenanya, berbicara
pendidikan Islam di era global berarti membicarakan kehidupan masa depan
manusia yang teramat musykil, dan sering kali digambarkan sebagai
keadaan yang penuh kesulitan dan tantangan bagi manusia, baik sebagai individu,
masyarakat maupun kelompok-kelompok dan termasuk didalamnya bangsa dan seluruh
penghuni bumi ini.
Manusia saat ini sedang mengalami suatu cobaan
yang dahsyat, dimana umat manusia menjadi penghuni dunia yang tidak menentu,
padat penduduknya dan sangat kompetitif. Sehingga manusia saat ini harus
belajar hidup dengan perubahan yang terus menerus dengan ketidakpastian dan
ketidakmampuan dalam memperhitungkan apa yang akan terjadi (upredictability).
Era globalisasi dunia saat ini, seperti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi disamping mendatangkan kebahagiaan juga
menimbulkan masalah etis dan kejiwaan baru bagi manusia yang berdampak pada nilai
sosiologis, sisi psikologis hingga menuju persoalan teologis. Dengan teknologi
informasi yang semakin hari semakin canggih dan hampir semua pelosok dunia
dapat segera diketahui. Dengan revolusi informasi dan teknologi tersebut, dunia
saat ini dianalogikan sebagai sebuah desa transparan atau tembus pandang. Dunia
semakin terasa kecil dan semakin mengglobal, namun sebaliknya privacy
seakan sudah tidak ada lagi. Demikian juga ketergantungan (interdependency)
antar bangsa semakin besar, yaitu dengan sistem yang telah, sedang dan yang
akan berkembang menyebabkan timbulnya perubahan-perubahan yang terus menerus.
Banyaknya perubahan-perubahan dan
peristiwa-peristiwa yang sebelumnya belum pernah terbayangkan oleh manusia
sehingga menyebabkan keseimbangan hidup dan kehidupannya mengalami kegoncangan
(shock) yang berakibat pada munculnya gejala ketidakpastian tentang masa
depan yang akan dilaluinya. Perubahan yang terjadi juga mempengaruhi
nilai-nilai yang selama ini dianut oleh manusia menjadi krisis nilai, yakni
nilai-nilai kemasyarakatan yang dulunya dipegang teguh dalam kehidupan sebagai
sarana penentu dalam segala aktivitas, kini kehilangan makna dan fungsi dalam
hidupnya. Akibatnya manusia semakin individualistik, egois dan bahkan manusia sekarang
mengidap penyakit a-sosial.
Lebih jauh dari itu bahwa alat-alat produksi
baru yang dihasilkan teknologi modern dengan proses mekanis, otomatis dan
standarisasinya menyebabkan manusia menjadi elemen yang mati dari proses
produksi dan menjadi perbudakan baru. Manusia yang semula merdeka kini telah
diturunkan derajatnya menjadi mesin raksasa teknologi modern. Pandangan tentang
manusia sudah terreduksi, karena nilai manusia terdegradasi oleh pola kerja teknologi
yang mekanistik dan jauh dari nilai-nilai sosial-moral, sehingga manusia
terbelenggu oleh proses teknologi yang ada.
Dari kenyataan tersebut diatas, kemudian muncul
rasa takut dan putus harapan yang membuat manusia cenderung mengalami kehampaan
jiwa (anomi) dan keterasingan hidup (alienasi) baik oleh dirinya,
sesamanya dan masyarakatnya. Dalam keterasingan tersebut manusia semakin
pesimis melihat diri dan masa depannya. Manusia digambarkan telah menderita
kesepian, kebosanan dan kesia-siaan. Sebagaimana digambarkan oleh Syahrin
Harahap dengan mengutip dari Ross Poole bahwa manusia di era globalisasi dan
modern ini sedang berada dibawah bayang-bayang nihilisme dan minus
agama.[1]
Berangkat dari realitas era teknologi informasi tersebut diatas, kaitannya tentang
persoalan-persoalan yang dialami oleh manusia, sesungguhnya mencerminkan
sebuah tantangan atau merefleksikan dua kesadaran sekaligus. Dikatakan tantangan
karena merefleksikan kesadaran terhadap kegelisahan psikologis dan bahkan juga merambah
teologis. Ada perasaan ketidakamanan (insekuritas) dari ketidaktenangan
dalam diri manusia, baik sebagai individu maupun kelompok didalam menjalani
kehidupan di era globalisasi saat ini.
Sadar akan sisi positif serta tantangan di era teknologi informasi saat ini yang secara terus menerus menyeruak dan mendesak kepermukaan sehingga sangat
menarik untuk dikaji dan ditelaah dengan melakukan upaya-upaya preventif-strategis
dengan memfokuskan analisis keranah pendidikan, khususnya bagi pendidikan
Islam. Sebab, penulis memahami dan menyadari bahwa pendidikan Islam memiliki peranan yang sangat penting dalam Islam, selain sebagai kunci terhadap kontinuitas Islam, juga sangat menentukan karakter bagi
masyarakat muslim (moslem society) khususnya dan masyarakat pada
umumnya.
Referensi:
Syahrin
Harahap. (1999). Islam; Konsep dan Implementasi Pemberdayaan.
Yogyakarta: Tiara Wacana.
[1] Lihat: Syahrin
Harahap, Islam; Konsep dan Implementasi Pemberdayaan, Cet. I,
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999), hal. 61.