Epistemologi berasal dari Yunani yaitu 'episteme'
yang berarti pengetahuan (knowledge), dan 'logos' yang berarti
teori (theory).[1]
Episteme juga diartikan dengan sains (science) dan logos yang
berarti informasi (information)[2]
atau penjelasan (explanation).[3]
Telah banyak para ahli membuat definisi epistemologi, namun masih terdapat
pengertian yang berbeda-beda, baik pada redaksi maupun substansinya.
Menurut Sudjarwo, epistemologi
adalah cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode
dan syahnya (validitas) pengetahuan. Sedangkan contoh persoalan epistemologi
adalah bagaimana manusia dapat mengetahui sesuatu dan bagaimana pengetahuan
itu dapat diperoleh.[4]
Menurut Qadwah, jika epistemologi
sebagai bagian dari filsafat ilmu, maka didalamnya membahas tiga hal; (1) kemungkinan
pengetahuan yang dapat dicapai oleh manusia apakah sampai pada substasi atau
hakikat sesuatu; (2) objek pengetahuan, dan; (3) alat atau sumber pengetahuan apakah
ilmu tersebut dicapai dengan akal, perasaan atau panca indra.[5]
Al-Kurdi memberi padanan epistemologi
dengan istilah 'nazhariyat al-ma’rifah' yang berarti teori ilmu (nazhariyat
al-‘ilm) atau filsafat ilmu (falsafat al-‘ilm), yang menurutnya
bahwa epistemologi berisi pembahasan tentang dasar ilmu (ashl), hakikat
(mâhiyah), batasan (imkân), metode (thȗruq), tabiat dan nilainya.[6]
Epistemologi berusaha
mendefinisikan ilmu pengetahuan, membedakan cabang-cabangnya yang pokok, mengidentifikasi
sumber-sumbernya dan menetapkan batasannya. Sedangkan epistemologi sebagai
medium resmi sehingga didalamnya membicarakan perolehan pengetahuan yang benar memiliki beberapa
fungsi, diantaranya adalah sebagai parameter, filter, dan penentu arah
berfikir.[7]
Sebagai parameter, epistemologi memetakan apa yang mungkin dan apa yang tidak
mungkin menurut bidang bidangnya, apa yang mungkin diketahui dan harus
diketahui, apa yang mungkin diketahui tetapi lebih baik tidak usah diketahui,
dan apa yang sama sekali tidak mungkin diketahui.
Jadi, epistemologi berfungsi
sebagai penentu cara dan arah berfikir manusia. Seseorang dapat menjelaskan
sesuatu dengan bertolak dari teori yang bersifat umum menuju detail-detailnya dengan
menggunakan pendekatan deduktif. Sebaliknya, ada yang cenderung bertolak dari
gejala-gejala yang sama dan baru dirakit kesimpulan secara umum dengan
menggunakan metode induktif. Sekaligus corak berfikir seseorang seperti ini
berimplikasi terhadap corak sikap dan perilakunya.
Dari uraian dan penjelasan tersebut diatas, dapat diketahui
bahwa epistemologi bertujuan untuk menjelaskan seluk beluk atau tata kerja ilmu
dari sisi sumber, struktur, metodologi, ukuran, hakikat dan objek. Meskipun epistemologi
tidak memiliki tujuan untuk memperoleh pengetahuan, akan tetapi akan lebih
penting ialah ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan itu sendiri.
Referensi:
Redja
Mudyahardjo. (2004). Filsafat Ilmu Pengetahuan; Suatu Pengantar. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
William
L. Reese, et.al. (1996). Dictionary
of Philosophy and Religion. New York: Humanity Books, 1996.
Robert
Audi, at.al. (1999). The Cambridge Dictionary of Philoshopy. London:
Cambridge University Press.
Basrowi
Sudjarwo. (2006). Filsafat pendidikan. Surabaya: Yayasan Kampusin.
Shalah
Qadwah. (1987). Falsafah al-‘ilm. Kairo: Dâr al-Thaqâfah wa al-Nashr wa
al-Tauzî.
Rajih
Abd al-Hamid al-Kurdi. (1992). Nazhariyat al-Ma’rifat bain al-Qur’an wa
al-Falsayah. Riyâd: Maktabah al-Muayadah.
Mujammil
Qomar. (2005). Epistemologi Pendidikan Islam; dari metode Rasional Hingga
Metode Kritik. Jakarta: Erlangga.
[1] Redja Mudyahardjo, Filsafat Ilmu
Pengetahuan; Suatu Pengantar, Cet. I, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal.
7.
[2] William L. Reese, et.al., Dictionary of Philosophy and Religion, (New York:
Humanity Books, 1996), hal. 215
[3] Robert Audi, at.al., The Cambridge Dictionary of Philoshopy, (London:
Cambridge University Press, 1999), hal. 273.
[4] Basrowi Sudjarwo, Filsafat pendidikan,
Cet. I, (Surabaya: Yayasan Kampusin, 2006), hal. 14.
[5] Shalah Qadwah, Falsafah al-‘ilm,
(Kairo: Dâr al-Thaqâfah wa al-Nashr wa al-Tauzî, 1987), hal. 26.
[6] Rajih Abd al-Hamid al-Kurdi, Nazhariyat
al-Ma’rifat bain al-Qur’an wa al-Falsayah, (Riyâd: Maktabah al-Muayadah,
1992), hal. 63.
[7] Mujammil Qomar, Epistemologi Pendidikan
Islam; dari metode Rasional Hingga Metode Kritik, (Jakarta: Erlangga,
2005), hal. 27.