Jujur, mencintai itu bukan persoalan mudah. Mungkin banyak orang menganggap bahwa mencintai adalah persoalan mencari objek yang menarik untuk dimiliki. Padahal, mencintai adalah sebuah kemampuan untuk menerima, memahami, dan berbagi. Karena, persoalan mencintai itu bukan terletak pada keinginan untuk dicintai dan memiliki, melainkan sebuah wujud nyata untuk memberi.
Jika dua sejoli menyatu dalam satu ikatan, maka salah satu perwujudan nyata adalah rasa saling menghormati dalam perbedaan. Karena, setiap individu manusia adalah sebagai makhluk yang berentitas unik, atau suatu kosmos tersendiri yang berbeda antara satu dengan lainnya. Intinya, kesatuan antara dua hati yang telah menyatu bukan berarti setara dalam artian sama, melainkan setara sebagai individu yang menyadari bahwa di antara keduanya itu memiliki keunikan masing-masing. Dengan menyadari akan perbedaan dan keunikan antara keduanya, sehingga cinta akan tetap hidup, bukan cinta mati; yang karena cintanya lebih dijadikan alat bagi tujuan manusia lainnya, atau penguasaan manusia atas manusia lain.
Karenanya, makna cinta yang sesungguhnya adalah suatu aktivitas, yakni suatu tindakan yang membawanya pada perubahan atas situasi tertentu melalui pengerahan energi. Jika cinta dimaknai demikian, maka akan muncul istilah cinta aktif dan cinta pasif. Cinta pasif berarti suatu sikap berdiam diri dan berkontemplasi tanpa memiliki tujuan apapun, kecuali menghayati kedirian dan kebersatuannya, sehingga kesemuanya itu akan melahirkan cinta aktif, yakni segala hal tentang cinta akan selalu dimaknai sebagai sesuatu yang aktif, sebagaimana adanya unsur perhatian, tanggung jawab, penghargaan, dan memahami dalam persoalan mencintai. Konsekuensinya, cinta dianggap tidak ada jika tidak ada unsur aktif di dalamnya.[]
0 comments: