Saturday, June 25, 2022

Dilema Manusia Modern

Zaman modern sebagai situasi zaman di mana umat manusia hari ini disuguhkan dengan kemegahan dan kemajuan yang pesat di segala bidang, namun di satu sisi ternyata menyimpan senjata yang nampaknya mengancam martabat umat manusia. Berangkat dari alasan manusiawi, perlu kiranya bagi kita atas perkembangan situasi abad modern yang penuh problematik dan dilema manusia ini dengan sikap keprihatinan mendalam.

Abad modern yang penuh problematik ini perlu dibaca dengan kepala dingin, dengan analisis teoretik dan reflektif yang mendalam, sehingga permasalahan zaman ini dapat diungkapkan dalam suatu rangkaian pemikiran filosofis yang ketat dan tajam. Untuk menjawab itu semua, saya tertarik dengan gagasan, pemikiran teoretis Max Horkheimer, dari Frankfurt School. Ketertarikan saya pada Horkheimer karena ia sebagai sosok pemikir sosial kritis yang mempunyai keprihatinan mendalam terhadap problematika zaman modern; dia berusaha berkepala dingin dengan memeriksa permasalahan manusia modern ini semata-mata dari sudut intelektual.

Memang benar adanya, membaca pemikiran Horkheimer sangat terasa betapa kita sedang diseret pada situasi konkret masalah kemanusiaan modern pada suatu refleksi teoretis yang mendalam. Betapa tidak, situasi zaman modern yang penuh problematik ini oleh Horkheimer dikuliti habis dengan kaca mata intelektual-filosofis. Baginya, situasi modern disebutnya sebagai ambisius dan berdarah, yang disebabkan oleh perkembangan pemikiran manusia itu sendiri. Keyakinan ini dibuktikannya dengan serangkaian pemikiran filosofis yang ketat dan tajam atas pertanyaan-pertanyaan mendasar manusia tentang diri dan lingkungannya.

Perlu kiranya, pemikiran filosofis Horkheimer ini patut untuk kita perhatikan, karena di sanalah kita akan menjumpai dan bahkan menemukan alasan-alasan mendasar dan filosofis atas keprihatinan perkembangan zaman modern yang justru menuntun manusia pada kemacetan, kemandegan hingga kegagalan.

Harus diakui bahwa pemikiran Max Horkheimer memang sangat luas, tentu semua pemikirannya itu tidak akan habis jika diuraikan dalam tulisan ringkas dan sederhana ini. Sudi kiranya, tulisan yang pendek ini akan mengantarkan kita pada suatu pemahaman mendasar-filosofis tentang konsep teori kritis yang digagas oleh Max Horkheimer.

Teori Kritis merupakan teori sosial yang berupaya menganalisis sisi gelap abad modern, yakni  tercerabutnya sisi-sisi kemanusiaan dari kehidupan sosial. Tujuan teori kritis adalah mengubah orientasi masyarakat dari kemajuan zaman modern, yang ditandai oleh kemegahan dan kemewahan pembangunan fisik yang ternyata tidak bisa dinikmati oleh semua golongan umat manusia. Bahkan sebagian, terutama golongan-golongan yang kalah, justru tercerabut dari martabat dan eksistensinya sebagai makhluk mulia.

Max Horkheimer mengartikan teori kritis sebagai teori yang mendesak transformasi keseluruhan fenomena sosial. Teori kritis ini bertujuan untuk mengkaitkan teori dengan praksis atau tindakan. Dengan kata lain, teori mesti membawa dampak atau berguna untuk meningkatkan kesadaran dan wawasan yang lebih dan memungkinkan perubahan lingkungan sosial budaya secara rasional juga manusiawi.

Dalam teori kritis, Horkheimer memberikan perhatian mendalam tentang sisi-sisi kemanusiaan yang konkret dalam sebuah telaah teoretis yang reflektif dan humanis. Pergulatan pemikiran yang reflektif dan humanis tersebut membawa Horkheimer pada kesimpulan bahwa kemajuan zaman modern, dengan segala ekses negatifnya, tidak lain adalah karena penggunaan rasio secara teknokratis. Horkheimer menunjukkan bahwa usaha rasional manusia dalam mencari kebenaran pada akhirnya akan kembali pada irasionalitas apabila penggunaan rasio tidak ditata dengan pendekatan baru yang membebaskan, yakni pendekatan teori kritis.

Sebenarnya, pemikiran Horkheimer mengenai teori kritis berbeda dengan pandangan filsafat kritis yang dimulai oleh Kant dan dikembangkan oleh Hegel. Kant berbicara mengenai filsafat kritis, yakni kesadaran subjek sebagai asal-usul pengetahuan. Hegel berbicara mengenai filsafat sosial, yakni kesadaran moral sebagai asal-usul pengetahuan.

Bagi Horkheimer, filsafat Kant dan Hegel tersebut bersifat ideologis, karena keduanya memisahkan antara teori dan praksis. Teori kritis harus memberikan penyadaran terhadap kondisi masyarakat modern melalui penggabungan teori dan praksis agar tidak mengulangi kesalahan filsafat kritis yang menjebak para pendukungnya dalam kondisi modernitas yang irasional.

Menurut Horkheimer, kebebasan individu dalam masyarakat modern bersifat semu. Meskipun kebebasan individu bisa dibayangkan, tapi kenyataannya justru individu diperbudak secara tidak sadar oleh masyarakat yang digerakkan modal. Bayangan mengenai kebebasan tersebut merupakan khayalan ideologis. Tugas teori kritis adalah melakukan transformasi, yakni pembebasan individu dari khayalan ideologi tentang kebebasan itu. Individu yang secara kritis menyadari situasinya dapat membebaskan diri menjadi ego yang selalu berada dalam ketegangan dengan masyarakat. Inilah mengapa teori kritis tidak bebas nilai. Karena, dengan teori kritis sehingga individu dapat menciptakan kesadaran untuk mendobrak belenggu masyarakat yang menjerat kebebasannya. Bagi Horkheimer, klaim ilmu pengetahuan tentang kenetralan teori, pada zaman modern ini, sebenarnya hanyalah suatu klaim tentang kenetralan yang semu.

Menurut Hokheimer, teori kritis harus menilai (tidak bersikap netral) sehingga bisa mendorong perubahan atau transformasi sosial melalui kecurigaan-kecurigaan yang dibangun terhadap apa yang terjadi dalam masyarakat modern. Kecurigaan dimaksud adalah sikap kritis terhadap pengertian modern mengenai "produktif" yang selama ini diperjuangkan para pendukungnya sebagai sesuatu yang "objektif". Kini, melalui teori kritis, harus dipersoalkan untuk melihat apakah "produktivitas" sebagai ukuran "objektivitas" benar-benar memanifestasikan kesadaran manusia modern?

Teori kritis menolak ilmu pengetahuan yang bebas nilai. Karena dalam pandangan teori kritis bahwa ilmuwan selalu inheren atau terkait dengan masyarakat atau objek yang dipelajarinya. Jadi, teori tidak bersifat steril dari kepentingan. Seperti kata Horkheimer, kegiatan ilmiah pada prinsipnya sama dengan pemihakan pada kelompok masyarakat tertentu. Dalam hal ini, Horkheimer menganggap bahwa rasionalitas modern bersifat instrumental dan irasional. Instrumental, karena rasionalitas modern ditentukan objektivitasnya oleh fungsi pragmatisnya. Irasional, karena rasionalitas modern adalah pernyataan sikap yang dimanipulasikan oleh prasangka tertentu, yakni kesadaran semu yang digerakkan oleh modal.

Masyarakat irasional melestarikan apa yang kelihatan objektif, tetapi sejatinya semu. Teori kritis bertujuan membongkar kesadaran palsu itu sebagai kedok ideologi yang ingin melestarikan keirasionalan di masyarakat dengan menunjukkan kesejatian kepentingan diri, yakni kebebasan manusia.

Intinya, pemikiran Horkheimer merupakan kritik terhadap ilmu pengetahuan warisan modernisme yang kini sudah harus ditinggalkan. Pemikiran Horkheimer berisi kritik tajam terhadap modernitas; yang dipandangnya sebagai sejarah dominasi atau penguasaan rasionalitas subjek. Kritik tajam Horkheimer terhadap modernitas adalah karena pemahaman modernitas secara keliru sebagai perwujudan rasio murni dalam bentuknya yang objektif dan bebas nilai (value free).[]


Previous Post
Next Post

Penulis yang mengabdikan tulisannya bagi amal jariyah pemikiran. Tokoh favorit sekaligus panutannya adalah Gus Dur

0 comments: