Friday, March 27, 2020

SIKAP ILMUWAN-AGAMAWAN MENYAMBUT CORONA

Pertikaian antara agama dan ilmu pengetahuan (sains) hari ini, mengalami dramatisasi yang luar biasa. Ilmu pengetahuan yang bertumpu pada akal dan rasionalitas manusia telah menjelma pada cipta peradaban yang mengagumkan, seperti teknologi-komunikasi yang sangat canggih dan mencengangkan. Sebaliknya, agama yang merupakan nilai etik-moral manusia lebih dipahami dalam kerangka ketauhidan yang bertumpu pada taklid buta atas kehendak Tuhan yang serba memutuskan kehendak hidup manusia. Sikap ambivalensi atau split of personality manusia ini, terjerambab atas kenyataan dalam menghadapi pandemi coronavirus yang melanda dihampir seluruh nation state di belahan dunia.

Terbatasnya nalar ilmiah umat beragama (Islam) dalam memahami fenomena alam, berakibat pada respon kaum agamawan yang cenderung irasional atau bertentangan dengan akal dan ilmu pengetahuan. Di satu sisi, para ilmuwan dalam menghadapi Corona Virus Disease (Covid-19) lebih menggunakan pendekatan dengan penelitian ilmiah-medis, sehingga ia ditantang secara serius untuk menemukan vaksin ampuh penangkal virus, agar virus ini lenyap dari muka bumi. Sebaliknya, sebagian pemuka agama lebih menyikapi Covid-19 dengan doktrin fatalisme beragama dengan narasi bahwa "takdir kematian seseorang itu sudah ditentukan Tuhan, dan tidak perlu takut kepada corona karena yang harus ditakuti hanyalah Tuhan Yang Maha Kuasa". Edan po? 

Bayangkan saja, di hari-hari penuh kegentingan dalam upaya pencegahan terhadap penyebaran Covid-19 seperti sekarang ini, masih ada saja pernyatan doktrin agama yang 'koplak' dengan menolak ajakan untuk menjauh sejenak dari tempat-tempat kerumunan, yang karena memang secara medis, virus ini menular lewat kerumunan dan kontak langsung dengan si penderita.

Rupanya, di tengah gegap gempita perubahan dunia yang begitu cepat, ternyata masih saja ada manusia-manusia yang memilih tinggal di belakang sana, tak bergeming dengan kemajuan dan sains, dan abai terhadap bahaya pandemi corona. Mereka hidup bermodalkan klenik, dogma dan mitos dari ratusan bahkan ribuan tahun lalu.

Pandemi coronavirus, semestinya disikapi secara bijak-rasional oleh para kaum agamawan. Orang-orang beragama hari ini dituntut untuk menyelaraskan antara keimanan dan rasionalitas akalnya dalam menyikapi permasalahan kehidupan. Konkretnya, sikap bijak-rasional beragama diperlihatkan dengan menaati prosedur kesehatan yang ditetapkan oleh ahli kesehatan untuk penanggulangan pandemi coronavirus, sekaligus menyertainya dengan kesungguhan berdoa kepada Tuhan agar sesegera mungkin menghentikan musibah ini.

Kebijakan pemerintah terkait penanggulangan Covid-19 juga harus dipatuhi. Di samping itu, berlakulah bijak dalam bermedia sosial dengan tidak menyebarkan fake news (berita bohong) dan berita yang sifatnya menakut-nakuti, dan yang paling penting adalah menjaga diri dan keluarga kita dengan pola hidup sehat, serta menghindari bepergian di tempat umum dan menghindari kerumunan untuk membantu memutuskan rantai penyebaran virus ini.[]

Previous Post
Next Post

Penulis yang mengabdikan tulisannya bagi amal jariyah pemikiran. Tokoh favorit sekaligus panutannya adalah Gus Dur