Monday, May 22, 2017

PENTINGNYA TUJUAN DALAM PENDIDIKAN

Secara alamiah bahwa manusia tumbuh dan berkembang sejak dalam kandungan sampai meninggal, mengalami proses tahap demi tahap. Demikian pula kejadian alam semesta ini diciptakan Tuhan melalui proses setingkat demi setingkat. Pola perkembangan manusia dan kejadian alam semesta yang berproses demikian, berlangsung diatas hukum alam yang ditetapkan oleh Allah sebagai ‘sunnatullah’.

Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia—aspek jasmaniyah dan ruhaniyah—juga harus berlangsung secara bertahap. Oleh karena itu, suatu kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi perkembangan atau pertumbuhan, baru dapat tercapai bilamana berlangsung melalui proses demi proses kearah tujuan akhir perkembangan atau pertumbuhan.

Pekerjaan mendidik mengandung makna sebagai proses kegiatan menuju kearah tujuannya, karena pekerjaan tanpa tujuan yang jelas akan menimbulkan suatu ketidakmenentuan dalam prosesnya. Lebih-lebih pekerjaan mendidik yang bersasaran pada hidup psikologis manusia didik yang masih berada pada taraf perkembangan, maka dari itu tujuan merupakan faktor yang paling penting dalam proses pendidikan.

Namun, membicarakan pendidikan dalam konteks saat ini berarti membicarakan persoalan masa depan yang teramat musykil dan seringkali digambarkan sebagai keadaan yang penuh kesulitan dan tantangan bagi manusia, baik sebagai individu maupun kelompok-kelompok, termasuk bangsa dan seluruh penghuni bumi ini. Sebagaimana digambarkan oleh Hasan Langgulung bahwa masa ini menurutnya adalah persis seperti yang dihadapi di negara Yunani pada abad 3 Masehi, di semenanjung Arabia pada abad 6 Masuhi dan Eropa abad 15 Masehi.[1]

Pada sisi yang lain, Abad ini dilukiskan bahwa umat manusia menjadi penghuni suatu dunia yang tidak menentu yang padat penduduknya dan sangat kompetitif, banyak dihinggapi kelaparan dan yang berubah dengan pesat. Manusia harus belajar hidup dengan perubahan yang terus menerus dengan ketidakpastian dan ketidakmampuan untuk memperhitungkan apa yang akan terjadi (upredictability).[2]

Perkembangan dunia saat ini adalah menuju perkembangan dan kemajuan yang begitu pesat. Era Globalisasi sebagai suatu keadaan dimana interaksi antar bangsa semakin menunjukkan saling ketergantungan dan terbuka. Keadaan ini yang menyebabkan pergerakan berbagai sektor kehidupan semakin cepat dan besar. Aliran modal, barang, dan informasi amat cepat dan tidak dapat lagi dibendung oleh kekuatan apapun juga.[3] Sehingga dengan perkembangan dan kemajuan tersebut, disamping mendatangkan kebahagiaan, juga menimbulkan masalah etis dan kejiwaan baru bagi manusia yang efek sampingnya berdampak pula pada sosiologis, psikologis hingga teologis. Pemecahannya pun begitu rumit, sebab problemnya beranekaragam dan telah berpengaruh secara langsung terhadap seluruh sistem kehidupan manusia.

Manusia dalam perjalanan hidup dan kehidupannya, pada dasarnya mengemban amanah atau tugas-tugas kewajiban dan tanggungjawab yang dibebankan oleh Allah kepada manusia agar dipenuhi, dijaga dan dipelihara dengan sebaik-baiknya. Tugas hidup dan tanggungjawab tersebut adalah sebagai ‘abdullah (menyembah atau mengabdi kepada Allah) dan khalifah Allah yang keduanya harus dilakukan dengan penuh tanggungjawab.[4]

Dapat ditegaskan disini bahwa fungsi pendidikan dalam Islam adalah untuk membimbing dan mengarahkan manusia agar mampu mengemban amanah dari Allah, yaitu menjalankan tugas-tugas hidupnya dimuka bumi, baik sebagai ‘abdullah maupun sebagai khalifah Allah dimuka bumi (khalifatullah fil ardl) yang menyangkut pelaksanaan tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat serta kekhalifahan terhadap alam.

Pendidikan dalam Islam bertugas untuk membimbing dan mengarahkan manusia agar menyadari akan eksistensi dirinya sebagai manusia yang serba terbatas, serta menumbuhkembangkan sikap iman dan taqwa kepada Allah yang serba Maha Tak Terbatas. Disamping itu, pendidikan juga bertugas untuk membimbing dan mengarahkan manusia agar mampu mengendalikan diri dan menghilangkan sifat-sifat negatif yang melekat pada dirinya agar tidak sampai mendominasi dalam kehidupannya, sebaliknya sifat-sifat positifnya yang tercermin dalam kepribadiannya.[5]

Maka dari itu, hakikat dari tujuan pendidikan Islam adalah pembentukan kepribadian muslim paripurna (kaffah) yang menggambarkan terwujudnya keseluruhan esensi manusia secara kodrati, yakni sebagai makhluk individual, sosial, bermoral dan makhluk yang ber-Tuhan.[6] Dengan demikian, gambaran manusia yang ideal yang harus dicapai melalui kegiatan pendidikan Islam adalah manusia yang sempurna akhlaknya. Hal ini sejalan dengan misi kerasulan Nabi Muhammad Saw., yakni menyempurnakan akhlak hingga menjadi manusia mulia dan paripurna (insan kamil).

Pendidikan Islam dalam proses pendidikannya memiliki peran dan tugas yang tidak terbatas hanya melakukan transfer of knowledge, namun juga sebagai pembimbing untuk membangkitkan motivasi anak didik sehingga ia mau belajar agama dan pendidikan Islam. Ini sejalan dengan tujuan pendidikan yang dikatakan oleh al-Ghazali bahwa menurutnya: tugas pendidikan Islam yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah.[7]

Bertolak dari penjelasan tersebut diatas, maka sejatinya bahwa tujuan pendidikan Islam yang utama adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Jika out put (lulusan) pendidika Islam belum mampu menghasilkan anak didik yang membiasakan diri dalam peribadatan, maka dapat dikatakan bahwa proses pendidikan tersebut mengalami kegagalan, sekalipun peserta didik memiliki prestasi akademiknya luar biasa, sebab proses pendidikan Islam sangat erat kaitannya dengan ilmu dan amal shaleh.

Pada saat ini masih banyak orang yang cerdas, terampil, pintar, kreatif, produktif dan profesional, akan tetapi tidak dibarengi dengan kekokohan aqidah dan kedalaman spiritual serta keunggulan akhlak. Sebagai indikatornya akhir-akhir ini kita sering dihadapkan dengan isu-isu tindak kekerasan, anarchisme, premanisme, tindakan brutal, perkelahian antar pelajar, konsumsi minuman keras, narkoba yang sudah melanda dikalangan pelajar dan mahasiswa serta kriminalitas yang semakin hari semakin menjadi-jadi dan semakin rumit.[8]

Bertolak dari realitas tersebut, maka peran pendidikan Islam perlu dipahami dalam konteks mikro, yaitu kepentingan anak didik yang melayani melalui proses interaksi pendidikan. Disamping itu juga dipahami dalam konteks makro, yaitu kepentingan masyarakat yang dalam hal ini mencakup masyarakat, bangsa, negara dan bahkan manusia pada umumnya. Disamping itu juga pendidikan Islam perlu memadukan antara proses belajar di sekolah dengan belajar di masyarakat.

Oleh sebab itu maka tujuan pendidikan Islam adalah sebagai pembinaan akhlak, menyiapkan anak didik untuk hidup di dunia dan akherat, menguasai ilmu pengetahuan serta memiliki ketrampilan bekerja dalam masyarakat.[9]

Berangkat dari sinilah, maka misi utama yang diemban oleh institusi pendidikan Islam adalah menjadikan manusia-manusia yang beriman dan berpengetahuan, yang keberadaannya yang satu dengan lainnya saling menunjang dalam melahirkan peradaban. Dimensi keimanan dan pengetahuan menjadi variabel utama dalam menjaga keseimbangan kepribadian pada diri setiap manusia. Keimanan akan selalu berorientasi pada ketaqwaan dan membawa manusia pada kebenaran dalam menetapkan misi pengembangan ilmu pengetahuan.


Referesi:

Abdul Mujib, et al. (2006). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Hasan Langgulung. (2003). Pendidikan Islam dalam Abad 21. Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru.
Mahmud. (2011). Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Moh. Roqib. (2009). Ilmu Pendidikan Islam; Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga dan Masyarakat. Yogyakarta: L-KiS.
Muhaimin. (2004). Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Muhaimin, et. al. (2012). Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan Agama Islam di Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Syahrin Harahap. (1999). Islam Konsep dan Implementasi Pemberdayaan. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Zamroni. (2007). Pendidikan dan Demokrasi dalam Transisi; Prakondisi Menuju Era Globalisasi. Jakarta: PSAP Muhammadiyah.


[1] Hasan Langgulung, Pendidikan Islam dalam Abad 21, Cet. III, (Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2003), hal. 125.
[2] Syahrin Harahap, Islam Konsep dan Implementasi Pemberdayaan, Cet. I, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1999), hal. 51.
[3] Zamroni, Pendidikan dan Demokrasi dalam Transisi; Prakondisi Menuju Era Globalisasi, cet pertama, (Jakarta: PSAP Muhammadiyah, 2007), hal. 2.
[4] Muhaimin, et. al., Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan Agama Islam di Sekolah, Cet. V, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 20.
[5] Ibid., hal. 27.
[6] Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam; Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga dan Masyarakat, Cet. I, (Yogyakarta: L-KiS, 2009), hal. 30.
[7] Abdul Mujib, et al., Ilmu Pendidikan Islam, Cet. I, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 90.
[8] Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Cet. II, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal. 214.
[9] Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, Cet. I, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), hal. 267-268.
Previous Post
Next Post

Penulis yang mengabdikan tulisannya bagi amal jariyah pemikiran. Tokoh favorit sekaligus panutannya adalah Gus Dur