Secara alamiah bahwa manusia
tumbuh dan berkembang sejak dalam kandungan sampai meninggal, mengalami proses
tahap demi tahap. Demikian pula kejadian alam semesta ini diciptakan Tuhan
melalui proses setingkat demi setingkat. Pola perkembangan manusia dan kejadian
alam semesta yang berproses demikian, berlangsung diatas hukum alam yang
ditetapkan oleh Allah sebagai ‘sunnatullah’.
Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia—aspek jasmaniyah dan ruhaniyah—juga harus berlangsung secara bertahap. Oleh karena itu, suatu kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi perkembangan atau pertumbuhan, baru dapat tercapai bilamana berlangsung melalui proses demi proses kearah tujuan akhir perkembangan atau pertumbuhan.
Pekerjaan mendidik mengandung
makna sebagai proses kegiatan menuju kearah tujuannya, karena pekerjaan tanpa
tujuan yang jelas akan menimbulkan suatu ketidakmenentuan dalam prosesnya.
Lebih-lebih pekerjaan mendidik yang bersasaran pada hidup psikologis manusia
didik yang masih berada pada taraf perkembangan, maka dari itu tujuan merupakan
faktor yang paling penting dalam proses pendidikan.
Namun, membicarakan pendidikan
dalam konteks saat ini berarti membicarakan persoalan masa depan yang
teramat musykil dan seringkali digambarkan sebagai keadaan yang penuh
kesulitan dan tantangan bagi manusia, baik sebagai individu maupun
kelompok-kelompok, termasuk bangsa dan seluruh penghuni bumi ini. Sebagaimana
digambarkan oleh Hasan Langgulung bahwa masa ini menurutnya adalah persis
seperti yang dihadapi di negara Yunani pada abad 3 Masehi, di semenanjung
Arabia pada abad 6 Masuhi dan Eropa abad 15 Masehi.[1]
Pada sisi yang lain, Abad ini
dilukiskan bahwa umat manusia menjadi penghuni suatu dunia yang tidak menentu
yang padat penduduknya dan sangat kompetitif, banyak dihinggapi kelaparan dan
yang berubah dengan pesat. Manusia harus belajar hidup dengan perubahan yang terus
menerus dengan ketidakpastian dan ketidakmampuan untuk memperhitungkan apa yang
akan terjadi (upredictability).[2]
Perkembangan dunia saat ini
adalah menuju perkembangan dan kemajuan yang begitu pesat. Era Globalisasi
sebagai suatu keadaan dimana interaksi antar bangsa semakin menunjukkan saling
ketergantungan dan terbuka. Keadaan ini yang menyebabkan pergerakan berbagai sektor
kehidupan semakin cepat dan besar. Aliran modal, barang, dan informasi amat
cepat dan tidak dapat lagi dibendung oleh kekuatan apapun juga.[3]
Sehingga dengan perkembangan dan kemajuan tersebut, disamping
mendatangkan kebahagiaan, juga menimbulkan masalah etis dan kejiwaan baru bagi
manusia yang efek sampingnya berdampak pula pada sosiologis, psikologis hingga
teologis. Pemecahannya pun begitu rumit, sebab problemnya beranekaragam dan
telah berpengaruh secara langsung terhadap seluruh sistem kehidupan manusia.
Manusia dalam perjalanan
hidup dan kehidupannya, pada dasarnya mengemban amanah atau tugas-tugas
kewajiban dan tanggungjawab yang dibebankan oleh Allah kepada manusia agar
dipenuhi, dijaga dan dipelihara dengan sebaik-baiknya. Tugas hidup dan
tanggungjawab tersebut adalah sebagai ‘abdullah (menyembah atau mengabdi
kepada Allah) dan khalifah Allah yang keduanya harus dilakukan
dengan penuh tanggungjawab.[4]
Dapat ditegaskan disini bahwa
fungsi pendidikan dalam Islam adalah untuk membimbing dan mengarahkan manusia agar
mampu mengemban amanah dari Allah, yaitu menjalankan tugas-tugas
hidupnya dimuka bumi, baik sebagai ‘abdullah maupun sebagai khalifah
Allah dimuka bumi (khalifatullah fil ardl) yang
menyangkut pelaksanaan tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri, keluarga,
masyarakat serta kekhalifahan terhadap alam.
Pendidikan dalam Islam
bertugas untuk membimbing dan mengarahkan manusia agar menyadari akan
eksistensi dirinya sebagai manusia yang serba terbatas, serta menumbuhkembangkan
sikap iman dan taqwa kepada Allah yang serba Maha Tak Terbatas. Disamping itu,
pendidikan juga bertugas untuk membimbing dan mengarahkan manusia agar mampu
mengendalikan diri dan menghilangkan sifat-sifat negatif yang melekat pada
dirinya agar tidak sampai mendominasi dalam kehidupannya, sebaliknya
sifat-sifat positifnya yang tercermin dalam kepribadiannya.[5]
Maka dari itu, hakikat dari
tujuan pendidikan Islam adalah pembentukan kepribadian muslim paripurna (kaffah)
yang menggambarkan terwujudnya keseluruhan esensi manusia secara kodrati, yakni
sebagai makhluk individual, sosial, bermoral dan makhluk yang ber-Tuhan.[6]
Dengan demikian, gambaran manusia yang ideal yang harus dicapai melalui
kegiatan pendidikan Islam adalah manusia yang sempurna akhlaknya. Hal ini
sejalan dengan misi kerasulan Nabi Muhammad Saw., yakni menyempurnakan akhlak
hingga menjadi manusia mulia dan paripurna (insan kamil).
Pendidikan Islam dalam proses
pendidikannya memiliki peran dan tugas yang tidak terbatas hanya melakukan transfer
of knowledge, namun juga sebagai pembimbing untuk membangkitkan motivasi
anak didik sehingga ia mau belajar agama dan pendidikan Islam. Ini sejalan dengan tujuan pendidikan yang dikatakan oleh al-Ghazali bahwa menurutnya: tugas pendidikan Islam yang utama adalah
menyempurnakan, membersihkan, menyucikan serta membawakan hati manusia untuk
mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah.[7]
Bertolak dari penjelasan
tersebut diatas, maka sejatinya bahwa tujuan pendidikan Islam yang utama adalah
upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Jika out put (lulusan)
pendidika Islam belum mampu menghasilkan anak didik yang membiasakan diri dalam
peribadatan, maka dapat dikatakan bahwa proses pendidikan tersebut mengalami
kegagalan, sekalipun peserta didik memiliki prestasi akademiknya luar biasa,
sebab proses pendidikan Islam sangat erat kaitannya dengan ilmu dan amal shaleh.
Pada saat ini masih banyak
orang yang cerdas, terampil, pintar, kreatif, produktif dan profesional, akan
tetapi tidak dibarengi dengan kekokohan aqidah dan kedalaman spiritual serta
keunggulan akhlak. Sebagai indikatornya akhir-akhir ini kita sering dihadapkan
dengan isu-isu tindak kekerasan, anarchisme, premanisme, tindakan
brutal, perkelahian antar pelajar, konsumsi minuman keras, narkoba yang sudah
melanda dikalangan pelajar dan mahasiswa serta kriminalitas yang semakin hari
semakin menjadi-jadi dan semakin rumit.[8]
Bertolak dari realitas
tersebut, maka peran pendidikan Islam perlu dipahami dalam konteks mikro, yaitu kepentingan anak didik yang
melayani melalui proses interaksi pendidikan. Disamping itu juga dipahami dalam
konteks makro, yaitu kepentingan
masyarakat yang dalam hal ini mencakup masyarakat, bangsa, negara dan bahkan
manusia pada umumnya. Disamping itu juga pendidikan Islam perlu memadukan
antara proses belajar di sekolah dengan belajar di masyarakat.
Oleh sebab itu maka tujuan pendidikan
Islam adalah sebagai pembinaan akhlak, menyiapkan anak didik untuk hidup di
dunia dan akherat, menguasai ilmu pengetahuan serta memiliki ketrampilan
bekerja dalam masyarakat.[9]
Berangkat dari sinilah, maka
misi utama yang diemban oleh institusi pendidikan Islam adalah menjadikan
manusia-manusia yang beriman dan berpengetahuan, yang keberadaannya yang satu
dengan lainnya saling menunjang dalam melahirkan peradaban. Dimensi keimanan
dan pengetahuan menjadi variabel
utama dalam menjaga keseimbangan kepribadian pada diri setiap manusia. Keimanan
akan selalu berorientasi pada ketaqwaan dan membawa manusia pada kebenaran
dalam menetapkan misi pengembangan ilmu pengetahuan.
Referesi:
Abdul Mujib, et al. (2006). Ilmu
Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Hasan Langgulung. (2003). Pendidikan Islam
dalam Abad 21. Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru.
Mahmud. (2011). Pemikiran Pendidikan Islam.
Bandung: Pustaka Setia.
Moh. Roqib. (2009). Ilmu Pendidikan Islam;
Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga dan Masyarakat. Yogyakarta:
L-KiS.
Muhaimin. (2004). Wacana Pengembangan
Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Muhaimin, et. al. (2012). Paradigma
Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan Agama Islam di Sekolah. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Syahrin Harahap. (1999). Islam Konsep dan
Implementasi Pemberdayaan. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Zamroni. (2007). Pendidikan dan Demokrasi
dalam Transisi; Prakondisi Menuju Era Globalisasi. Jakarta: PSAP
Muhammadiyah.
[1] Hasan Langgulung, Pendidikan Islam dalam
Abad 21, Cet. III, (Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2003), hal. 125.
[2] Syahrin Harahap, Islam Konsep dan
Implementasi Pemberdayaan, Cet. I, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1999),
hal. 51.
[3] Zamroni,
Pendidikan dan Demokrasi dalam Transisi; Prakondisi Menuju Era Globalisasi,
cet pertama, (Jakarta: PSAP Muhammadiyah, 2007), hal. 2.
[4] Muhaimin,
et. al., Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan Agama Islam
di Sekolah, Cet. V, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 20.
[6] Moh.
Roqib, Ilmu Pendidikan Islam; Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah,
Keluarga dan Masyarakat, Cet. I, (Yogyakarta: L-KiS, 2009), hal. 30.
[8] Muhaimin,
Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Cet. II, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004), hal. 214.