Prawacana
Mahasiswa adalah insane
akademis, intelektual yang selalu dinantikan kontribusinya dalam membangun
masyarakat dan bangsa pada umumnya. Sehingga ia pun dituntut memiliki kemampuan
yang unggul, tajam analisisanya tentang realitas serta mengetahui segala hal.
Karena dalam sejarahnya bahwa mahasiswa tidak diragukan lagi eksistensinya
dalam membangun dan membesarkan bangsa ini hingga bangsa ini menjadi bangsa
yang merdeka dan demokratis.
Dalam menjalani proses kehidupan
akademik (baca kampus) menuju kedewasaan berfikir, berteori dan bertindak bagi
mahasiswa dibutuhkan sederet proses yang dinamis dan kontinu.
Mulai dari membaca buku, menulis, diskusi, bergabung dengan komunitas (ilmiah)
kemahasiswaan yang produktif maupun melakukan riset ilmiah
untuk melatih diri melakukan penelitian. Namun tidak semua mahasiswa menyadari
akan hal ini, dan mayoritas mahasiswa—dalam menjalani kehidupan kampus—hanya
disibukkan dalam rutinitas harian yang berlangsung dari hari-kehari untuk duduk
dikelas, absen kehadiran dan menunggu dosen untuk mendengarkan ceramahnya.
Intinya bahwa aktivitas mahasiswa di kampus lebih dihabiskan pada rutinitas akademik
(perkuliahan) yang sejatinya nihil akan nilai-nilai subtantif, sehingga
pembentukan kedewasaan bagi dirinya pun begitu lamban dan kurang mengerti dunia
luar. Idealnya bahwa mahasiswa cerdas adalah mahasiswa yang mau mencari ruangan
baru untuk menambah ilmu dan pengalaman baru yang sangat membantunya dalam
mengembangkan kapasitas dirinya.
Tahapan dan proses ideal yang dijalani
mahasiswa dikampus adalah proses kehidupan kampus yang mampu menjawab
eksistensinya atas predikat yang diembannya. Sebagai insan akademis dan kaum
intelektual sejatinya ia kaya intelektual, kuat spiritualnya serta mampu
mengamalkan ilmunya dan membawa perubahan bagi sekitarnya. Atau dengan kata
lain bahwa mahasiswa itu harus cerdas, selaras dan seimbang antara teori dan
praktik, sehingga ketika mereka kembali ke Desanya masing-masing atau dunia
kerja yang digelutinya tidak gagap, namun mereka mampu memberikan kontribusi
nyata dan perubahan yang lebih baik.
Proses Ideal Mahasiswa
Untuk menuju perkembangan dan
perubahan segmentasi berfikir dan kemampuannya dalam mengaplikasikan ilmunya
dalam dunia empiris, mahasiswa dituntut untuk melakukan terobosan dan
akselerasi baru, baik bangunan berfikir hingga skill pribadinya.
Itu semua membutuhkan proses dan pengorbanan waktu yang tidak sedikit. Mahasiswa
harus mampu me-management waktunya
dengan baik. Aktif berorganisasi juga penting disamping menjalankan
tanggungjawab akademiknya sebagai mahasiswa (perkuliahan). Keduanya harus
seimbang, jangan sampai dari salah satunya dikorbankan—jika tidak ingin
menyesal nantinya. Kemudian mahasiswa juga dituntut untuk membaca berbagai
literatur buku, melatih dirinya dalam tulis menulis, mengisi ruang-rung diskusi
intelektual bersama komunitas yang telah dibangunnya.
Tujuan kuliah adalah bukan untuk mengejar
selembar ijazah, namun lebih pada pengembangan diri menuju kedewasaan berfikir,
sehingga problem hidup yang dihadapainya nanti dapat teratasi dengan baik. Maka
dari itu, sudah seharusnya bagi mahasiswa ketika menjadi mahasiswa memanfaatkan
kehidupan kampus dengan baik, dengan menciptakan iklim dunia kampus sebagai
barometer kehidupan yang ideal, yang mampu menggodog pribadinya menjadi pribadi
yang tahan banting, peka realitas, kuat intelektualnya, saleh individual begitu
juga saleh secara sosial.
Mahasiswa dituntut agar sadar tentang
tanggungjawab besar yang diemban di pundaknya (seperti yang telah dijelaskan
didepan). Jika ia sadar akan tanggungjawabnya tersebut, tentu berdampak secara
psikologis hingga menjadi beban psikologis dan sosial. Beban psikologis-sosial
tersebut akan menyulutnya pada motivasi untuk mengembangkan dirinya pada
aktivitas yang produktif. Aktivitas produktif tersebut dapat diwujudkan
seperti; menciptakan budaya literasi di kampus dan lainnya. Budaya literasi yang
dimaksud adalah membaca, menulis dan berdiskusi. Budaya literasi inilah
yang akan membangun kesadaran diri tentang pentingnya proses agar menjadi
manusia yang berkwalitas dan cerdas, baik cerdas secara intelektual, spiritual
dan moral sekaligus.
Kebiasaan Buruk Mahasiswa
“Ilmu adalah cahaya”,
itulah ungkapan kalimat yang sering kali kita dengar ditelinga kita. Namun
terkadang kesombongan kita tidak bisa dibendung karena keinginannya untuk
menunjukkan eksistensi diri kepada orang lain. Mahasiswa terkadang sombong terhadap
ilmunya, terlalu mengagung-agungkan pribadinya hanya karena secuil ilmu di
otaknya. Sebenarnya sifat sombong tersebut tidak meningkatkan eksistensinya
dimata orang lain, malah justru menyulut pribadinya menjadi rendah, karena
kesombongan akan merendahkan dirinya. Karena ilmu bukan untuk disombongkan,
namun untuk diamalkan sehingga ilmu itu menjadi cahaya yang menyinari
sekelilingnya dan membawa perubahan yang lebih baik. Maka dari itu, janganlah
kita merasa bangga dan menyombongkan diri, merasa superior, cerdas dan
serba tahu, namun menunduklah walaupun segundang ilmu ada di otak kita, karena
ilmu lah yang akan mengangkat kebesaran dan derajat kita.
Mahasiswa yang sombong dan angkuh
intelektual adalah mahasiswa yang merasa dirinya kaya ilmu dan pengetahuan.
Dapat dilihat dari gaya retorikanya yang sok ilmiah, namun
nyatanya ahistoris realitas. Ke-tahuan-nya akan sesuatu tidak
dibuktikan dengan kerendahan hatinya, namun selalu diperlihatkan atau
dipamerkan dengan tujuan untuk menunjukan eksisitensinya dimata mahasiswa lain.
Selanjutnya, gerakan
empiris-reaksioner sering juga dilakukan mahasiswa akhir-akhir ini. Gerakan
aksi mahasiswa yang tanpa didasari teori dan analisis yang jelas, sehingga
gerakannya pun sebatas ‘gebrakan’ layaknya pagelaran atau pentas
panggung. Padahal, setiap gerakan dan aksi mahasiswa perlu antisipasi-logis dan
formulasi yang jelas agar gerakannya tidak ditunggangi oleh segelintir elit
yang berkepentingan masuk dan memanfaatkan gerakan dan aksi mahasiswa.
Idealitas Mahasiswa
Kedewasaan beretorika mahasiswa adalah
kedewasaan dalam berucap maupun bertutur kata, dan setiap ucapannya dapat
dipertanggungjawabkan secara objektif-ilmiah. Kemampuan berretorika yang baik
mahasiswa adalah kesesuaian antara ucapan, alam pikiran dan kekayaan
pengetahuan yang dimilikinya, sehingga ucapannyapun bukan omong kosong tanpa
nilai, namun benar-benar ucapan lisan berdasar atas kwalitas keilmuannya.
Berteori juga merupakan sebuah keharusan
mahasiswa sebagai landasan untuk menganalisis dalam tiap-tiap gerakan empiris
yang dilakoninya. Dengan perhitungan yang logis-realistis karena kesesuaian
alam berfikir serta antara teori dan praktik. Gerakannya pun bukan gerakan reaksioner, namun
gerakan nyata yang mampu membawa perubahan bagi masyarakat dan revolusioner.
Merupakan serangkaian aspek penting
yang perlu dan mungkin diharuskan bagi mahasiswa saat ini, yakni kedewasaan
berfikir, berteori dan bertindak yang nantinya dapat memberikan kontribusi
perubahan bagi alam lingkungannya dan perubahan bangsa kedepannya.