Thursday, April 16, 2015

IDEALITAS MAHASISWA

Prawacana
Mahasiswa adalah insane akademis, intelektual yang selalu dinantikan kontribusinya dalam membangun masyarakat dan bangsa pada umumnya. Sehingga ia pun dituntut memiliki kemampuan yang unggul, tajam analisisanya tentang realitas serta mengetahui segala hal. Karena dalam sejarahnya bahwa mahasiswa tidak diragukan lagi eksistensinya dalam membangun dan membesarkan bangsa ini hingga bangsa ini menjadi bangsa yang merdeka dan demokratis.

Dalam menjalani proses kehidupan akademik (baca kampus) menuju kedewasaan berfikir, berteori dan bertindak bagi mahasiswa dibutuhkan sederet proses yang dinamis dan kontinu. Mulai dari membaca buku, menulis, diskusi, bergabung dengan komunitas (ilmiah) kemahasiswaan yang produktif maupun melakukan riset ilmiah untuk melatih diri melakukan penelitian. Namun tidak semua mahasiswa menyadari akan hal ini, dan mayoritas mahasiswa—dalam menjalani kehidupan kampus—hanya disibukkan dalam rutinitas harian yang berlangsung dari hari-kehari untuk duduk dikelas, absen kehadiran dan menunggu dosen untuk mendengarkan ceramahnya. Intinya bahwa aktivitas mahasiswa di kampus lebih dihabiskan pada rutinitas akademik (perkuliahan) yang sejatinya nihil akan nilai-nilai subtantif, sehingga pembentukan kedewasaan bagi dirinya pun begitu lamban dan kurang mengerti dunia luar. Idealnya bahwa mahasiswa cerdas adalah mahasiswa yang mau mencari ruangan baru untuk menambah ilmu dan pengalaman baru yang sangat membantunya dalam mengembangkan kapasitas dirinya.

Tahapan dan proses ideal yang dijalani mahasiswa dikampus adalah proses kehidupan kampus yang mampu menjawab eksistensinya atas predikat yang diembannya. Sebagai insan akademis dan kaum intelektual sejatinya ia kaya intelektual, kuat spiritualnya serta mampu mengamalkan ilmunya dan membawa perubahan bagi sekitarnya. Atau dengan kata lain bahwa mahasiswa itu harus cerdas, selaras dan seimbang antara teori dan praktik, sehingga ketika mereka kembali ke Desanya masing-masing atau dunia kerja yang digelutinya tidak gagap, namun mereka mampu memberikan kontribusi nyata dan perubahan yang lebih baik.

Proses Ideal Mahasiswa
Untuk menuju perkembangan dan perubahan segmentasi berfikir dan kemampuannya dalam mengaplikasikan ilmunya dalam dunia empiris, mahasiswa dituntut untuk melakukan terobosan dan akselerasi baru, baik bangunan berfikir hingga skill pribadinya. Itu semua membutuhkan proses dan pengorbanan waktu yang tidak sedikit. Mahasiswa harus mampu me-management waktunya dengan baik. Aktif berorganisasi juga penting disamping menjalankan tanggungjawab akademiknya sebagai mahasiswa (perkuliahan). Keduanya harus seimbang, jangan sampai dari salah satunya dikorbankan—jika tidak ingin menyesal nantinya. Kemudian mahasiswa juga dituntut untuk membaca berbagai literatur buku, melatih dirinya dalam tulis menulis, mengisi ruang-rung diskusi intelektual bersama komunitas yang telah dibangunnya. 

Tujuan kuliah adalah bukan untuk mengejar selembar ijazah, namun lebih pada pengembangan diri menuju kedewasaan berfikir, sehingga problem hidup yang dihadapainya nanti dapat teratasi dengan baik. Maka dari itu, sudah seharusnya bagi mahasiswa ketika menjadi mahasiswa memanfaatkan kehidupan kampus dengan baik, dengan menciptakan iklim dunia kampus sebagai barometer kehidupan yang ideal, yang mampu menggodog pribadinya menjadi pribadi yang tahan banting, peka realitas, kuat intelektualnya, saleh individual begitu juga saleh secara sosial.

Mahasiswa dituntut agar sadar tentang tanggungjawab besar yang diemban di pundaknya (seperti yang telah dijelaskan didepan). Jika ia sadar akan tanggungjawabnya tersebut, tentu berdampak secara psikologis hingga menjadi beban psikologis dan sosial. Beban psikologis-sosial tersebut akan menyulutnya pada motivasi untuk mengembangkan dirinya pada aktivitas yang produktif. Aktivitas produktif tersebut dapat diwujudkan seperti; menciptakan budaya literasi di kampus dan lainnya. Budaya literasi yang dimaksud adalah membaca, menulis dan berdiskusi. Budaya literasi inilah yang akan membangun kesadaran diri tentang pentingnya proses agar menjadi manusia yang berkwalitas dan cerdas, baik cerdas secara intelektual, spiritual dan moral sekaligus.

Kebiasaan Buruk Mahasiswa
Ilmu adalah cahaya”, itulah ungkapan kalimat yang sering kali kita dengar ditelinga kita. Namun terkadang kesombongan kita tidak bisa dibendung karena keinginannya untuk menunjukkan eksistensi diri kepada orang lain. Mahasiswa terkadang sombong terhadap ilmunya, terlalu mengagung-agungkan pribadinya hanya karena secuil ilmu  di otaknya. Sebenarnya sifat sombong tersebut tidak meningkatkan eksistensinya dimata orang lain, malah justru menyulut pribadinya menjadi rendah, karena kesombongan akan merendahkan dirinya. Karena ilmu bukan untuk disombongkan, namun untuk diamalkan sehingga ilmu itu menjadi cahaya yang menyinari sekelilingnya dan membawa perubahan yang lebih baik. Maka dari itu, janganlah kita merasa bangga dan menyombongkan diri, merasa superior, cerdas dan serba tahu, namun menunduklah walaupun segundang ilmu ada di otak kita, karena ilmu lah yang akan mengangkat kebesaran dan derajat kita.

Mahasiswa yang sombong dan angkuh intelektual adalah mahasiswa yang merasa dirinya kaya ilmu dan pengetahuan. Dapat dilihat dari gaya retorikanya yang sok ilmiah, namun nyatanya ahistoris realitas. Ke-tahuan-nya akan sesuatu tidak dibuktikan dengan kerendahan hatinya, namun selalu diperlihatkan atau dipamerkan dengan tujuan untuk menunjukan eksisitensinya dimata mahasiswa lain.

Selanjutnya, gerakan empiris-reaksioner sering juga dilakukan mahasiswa akhir-akhir ini. Gerakan aksi mahasiswa yang tanpa didasari teori dan analisis yang jelas, sehingga gerakannya pun sebatas ‘gebrakan’ layaknya pagelaran atau pentas panggung. Padahal, setiap gerakan dan aksi mahasiswa perlu antisipasi-logis dan formulasi yang jelas agar gerakannya tidak ditunggangi oleh segelintir elit yang berkepentingan masuk dan memanfaatkan gerakan dan aksi mahasiswa.

Idealitas Mahasiswa
Kedewasaan beretorika mahasiswa adalah kedewasaan dalam berucap maupun bertutur kata, dan setiap ucapannya dapat dipertanggungjawabkan secara objektif-ilmiah. Kemampuan berretorika yang baik mahasiswa adalah kesesuaian antara ucapan, alam pikiran dan kekayaan pengetahuan yang dimilikinya, sehingga ucapannyapun bukan omong kosong tanpa nilai, namun benar-benar ucapan lisan berdasar atas kwalitas keilmuannya.

Berteori juga merupakan sebuah keharusan mahasiswa sebagai landasan untuk menganalisis dalam tiap-tiap gerakan empiris yang dilakoninya. Dengan perhitungan yang logis-realistis karena kesesuaian alam berfikir serta antara teori dan praktik. Gerakannya pun bukan gerakan reaksioner, namun gerakan nyata yang mampu membawa perubahan bagi masyarakat dan revolusioner.

Merupakan serangkaian aspek penting yang perlu dan mungkin diharuskan bagi mahasiswa saat ini, yakni kedewasaan berfikir, berteori dan bertindak yang nantinya dapat memberikan kontribusi perubahan bagi alam lingkungannya dan perubahan bangsa kedepannya.

Previous Post
Next Post

Penulis yang mengabdikan tulisannya bagi amal jariyah pemikiran. Tokoh favorit sekaligus panutannya adalah Gus Dur