Thursday, April 09, 2015

KESADARAN DALAM BERORGANISASI DAN IKHLAS

Sejatinya bahwa manusia adalah makhluk sosial, yang membutuhkan uluran tangan dan bantuan dari orang lain. Karena tidak selamanya ia mampu melakukan seperangkat aktivitas yang dijalaninya dengan tangan, tenaga dan fikiran sendiri. Buktinya, ketika kita makan sebagai kebutuhan wajib harian manusia, dibutuhkan sederet tangan dan tenaga orang lain untuk menjadi santapan makanan yang siap saji. Makan nasi sebagai contoh, butuh orang lain untuk mencangkul sawah, menanam padi, memanen padi, menggiling padi kemudian menjadi beras untuk dimasak dan menjadi nasi yang siap untuk dikonsumsi.

Analogi di atas, adalah bukti konkret bahwa manusia itu sebagai makhluk sosial yang membutuhkan uluran tangan dari orang lain untuk mencapai kebutuhannya bahkan tujuan sekalipun. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan manusia, dibutuhkan kesadaran akan pentingnya kebersamaan secara kolektif, bukan perpecahan komprehensif yang berujung pada konflik. Perlunya harmonisasi antar sesamanya, sehingga terbangun kerjasama yang baik dalam berbagai aktivitas yang dilakukannya. Ikhlas dalam melakukan aktivitas juga menjadi unsur penting bagi manusia. Karena, keikhlasan di dalamnya mengandung unsur nilai transendental yang nantinya dapat termanifestasi dalam kehidupan, yaitu nilai kemanusiaan tentang pentingnya kesadaran positif dan naluri kejiwaan antar sesama manusia dalam interaksinya. Ini artinya bahwa tanpa nilai keikhlasan dalam setiap pekerjaan dan perbuatan manusia, maka ia akan mengalami unsur keterpaksaan, dan hanya mengharap imbalan dalam setiap pekerjaan maupun perbuatannya, sehingga nilai-nilai substantif yang terkandung di dalamnya itu akan hilang dengan sendirinya.

Dalam komunitas kehidupan manusia, dibutuhkan suatu wadah untuk merealisasikan visi dan misi yang menjadi tujuan bersama. Agar tujuan tersebut dapat tercapai dengan baik dan ideal, dibutuhkan seperangkat aturan yang menjadi komitmen bersama dan dijalani secara konsisten bersama pula. Tujuan ideal tanpa konsep, ide dan gagasan yang progresif, mustahil akan tercipta suatu wadah yang kuat dan kokoh. Wadah itulah yang sering kita kenal dengan nama organisasi. Jadi, organisasi adalah sebuah wadah untuk mengembangkan dan merealisasikan semua potensi yang dimiliki oleh manusia, yang di dalamnya terdapat visi-misi bersama, dan aturan bersama yang dijalani secara konsisten demi terciptanya suatu tujuan bersama yang ideal.

Maka dari itulah, jika organisasi tanpa visi-misi dan aturan yang jelas serta komitmen yang jelas (konsisten) pula, dengan sendirinya organisasi akan mengalami disoerientasi dan stagnansi gerakan dan tujuan, baik gerakan pengkaderan, intelektual dan gerakan riil di masyarakat. Di samping itu juga untuk mencapai tujuan ideal organisasi dan gerakan yang dinamis-kritis akan realitas, sangat dibutuhkan manusia-manusia yang tangguh dan berkualitas dari segi SDM-nya, yaitu seimbang dan integral antara aspek intelektual, emosional dan spiritual sekaligus. Dengan keseimbangan yang terintegrasi dari ketiga aspek tersebut akan melahirkan manusia yang ulul albab (paripurna). Manusia ulul albab yang dimaksud adalah manusia yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas secara emosional, moralitas dan sekaligus spiritualitasnya.

Inilah yang menjadi orientasi yang tertinggi bagi organisasi. Untuk mencapai pada titik tersebut dibutuhkan waktu atau proses yang panjang, dinamis dan konsisten. Karena yang utama dan paling utama berorganisasi adalah proses, bukan hasil. Jadi proses-proses yang dilalui dan dalam organisasi itulah yang akan mengantarkannya pada kesabaran dan kedewasaan. Dengan kata lain, proses itu tidak menghianati haail, selain juga tidak mengenal ruang dan juga waktu, namun berlangsung sepanjang hayat di manapun dan kapanpun selagi ia mampu dan mau melakukan suatu proses dalam organisasi.

Maka sangatlah diperlukan kesadaran dalam menjalani serangkaian aktivitas dan kegiatan organisasi agar proses-proses yang dilaluinya berjalan maksimal sesuai dengan harapan dan tujuan. Kurangnya kesadaran yang utuh serta konsistensi dalam berproses, maka yang dihasilkan adalah mubadirnya tenaga, fikiran dan juga waktu. Karena, yang dibutuhkan dalam proses berorganisai yang adalah ketekunan, keniatan dalam belajar dan utamanya—bukan paling utama—yaitu mau berproses serius. Di samping itu juga, berproses di organisasi menyita banyak waktu, maka dari itu perlunya orientasi yang jelas dan harapan-harapan yang jelas pula demi keberlangsungan hidup kedepan yang lebih baik.

Keikhlasan juga sebagai muatan nilai yang penting dalam menjalani roda kehidupan berorganisasi. Karena keikhlasan di dalamnya mengandung unsur nilai transenden-ilahiyah yang nantinya akan termanifestasi dalam kehidupan berorganisasi. Dengan jiwa yang ikhlas bahwa organisasi sebagai tempat berproses dan untuk mengembangkan potensi diri, bukan sebagai kendaraan atau jalan menuju ‘profit individu’ yang sifatnya pragmatis-materialistis dengan melupakan tujuan ideal organisasu. Ini sangat mengganggu dan bahkan melumpuhkan gerakan, baik gerakan individu dalam organisasi maupun gerakan organisasi secara masif menuju arah yang ideal, yakni kepentingan umat secara kolektif menuju perubahan yang lebih baik dan menjadikan manusia yang ulul albab.

Menjadi sebuah keniscayaan insan organisatoris bahwa kesadaran diri dan jiwa ikhlas—tanpa melupakan unsur-unsur yang lain—itulah yang nantinya menghantarkan kita pada terciptanya organisasi  yang ideal, yakni untuk kepentingan umat secara kolektif dan menjadikan insan organisatoris yang ulul albab.

Kebumen, Maret 2014

MIZANUL AKROM



Previous Post
Next Post

Penulis yang mengabdikan tulisannya bagi amal jariyah pemikiran. Tokoh favorit sekaligus panutannya adalah Gus Dur