Berdirinya bangsa Indonesia bukanlah
semudah membalikkan telapak tangan, tapi butuh proses yang panjang dan perjuangan
yang tidak hanya tenaga, tetapi nyawa sebagai korban dan sebagai bukti
perjuangan para pahlawan untuk berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Dalam literatur sejarah berdirinya NKRI kaum pemuda memiliki peranan
penting dalam membangun bangsa (nation). Spirit pentingnya nilai-nilai
persatuan dan kesatuan untuk menjadikan nusantara sebuah negara kesatuan
yang merdeka telah muncul di jiwa pemuda jauh sebelum pembacaan teks proklamasi
tanggal 17 Agustus 1945 (de facto) yang dilakukan Ir. Soekarno dan Moh.
Hatta.
Penjajahan panjang yang telah
dilakukan oleh kolonial asing sekitar tiga setengah abad lamanya telah menjadi
latar belakang bagi pemuda bangsa kita harus berdiri sendiri “merdeka”. 20 Mei
1908 berdirinya organisasi Budi Utomo diyakini sebagai “cikal-bakal” organisasi
pergerakan nasional pemuda yang cukup berpengaruh di mata Pemerintahan
Hindia-Belanda ketika itu. Organisasi yang dimotori oleh sejumlah
mahasiswa STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen)
seperti Dr. Soetomo, Cipto Mangunkusumo, dan R.T. Ario Tirtokusumo
tersebut didirikan bertujuan untuk membangun kesadaran atau jiwa nasinalisme (nasionalism)
serta pengetahuan masyarakat pribumi tentang pentingnya memajukan pendidikan,
sosial, ekonomi dan politik untuk kemajuan bangsa. Sehingga momen berdirinya
organisasi Budi Utomo tersebut diperingati setiap tahun sebagai Hari
Kebangkitan Nasional (HARKITNAS).
Peranan pemuda dalam upaya membangun
bangsa masih berlanjut pada tanggal 28 Oktober 1928 (Sumpah Pemuda). Upaya pemuda
kali ini bertujuan untuk persatuan masyarakat Indonesia yang terdiri dari
beragam suku bangsa, M. Yamin melalui organisasi Pergerakan Pelajar Pelajar
Indonesia (PPPI) telah merumuskan teks persatuan pemuda yang dikenal sebagai
Sumpah Pemuda. Moment Sumpah Pemuda telah berhasil memberikan ruh
pergerakan menuju persatuan dan kebangsaan, yaitu bangsa Indonesia.
Peristiwa bersejarah pembacaan Teks
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Ir. Soekarno
dan Moh. Hatta juga melibatkan peran cerdas segelintir pemuda. Peristiwa Rengas
Dengklok, berawal pada “penculikan” Ir. Soekarno yang dilakukan Soekarni,
Wikana dan Chaerul Tanjung (Komunitas Menteng 31) tersebut telah
berhasil membawa Indonesia “merdeka” (de jure). Pembacaan teks proklamasi
kemerdekaan Indonesia tersebut sontrak saja mengagetkan kolonial asing yang
masih menancapkan kaki-kaki nya di republik tercinta ini.
Begitu juga yang terjadi pada masa
orde baru (rezim Soeharto), pemuda yang dimotori oleh gerakan mahasiswa telah
mengotaki pelengseran rezim orde baru yang dikenal otoriter, tepatnya pada
tanggal 21 Mei 1998 presiden Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun
lamanya berhasil diturunkan paksa oleh gerakan mahasiswa yang bergerak dilatar
belakangi oleh kondisi krisis ekonomi dan nalar para elite pemerintah yang
korup ketika itu.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pemuda
khususnya mahasiswa memiliki andil dalam proses perjalanan panjang bangsa kita.
Semangat persatuan, semangat untuk bebas dari keterjajahan asing, serta semangat
kebangsaan merupakan embrio yang dimiliki pemuda untuk membangun bangsa
(nation) dari ketepurukan. Namun kondisi bangsa saat ini tampaknya
kembali membutuhkan perhatian pemuda khususnya para (aktivis) mahasiswa mengingat
saat ini telah terjadi krisis nilai-nilai kebangsaan, maraknya kasus korupsi
berjamaah yang melibatkan pejabat negara mulai dari eksekutif, legislatif,
hingga yudikatif tampaknya telah keluar jauh dari esensi tujuan
berdirinya suatu bangsa yang sudah menjadi komitmen awal dari para funding
fathers dan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
Pemuda khususnya para (aktivis)
mahasiswa harus kembali mengambil peran dalam membawa arah bangsa ini kembali
ke plat form nya, budaya korupsi yang saat ini telah mengakar harus
segera dihentikan! Bangsa ini membutuhkan pemuda dan mahasiswa yang sadar akan
bahaya laten korupsi yang telah mengikis nilai-nilai kebangsaan tersebut. Oleh
karena itu pemuda dan mahasiswa (sebagai kaum intelektual dan agen of change)
harus menjadi pelopor pergerakan melawan budaya korupsi saat ini, karena pemuda
dan mahasiswa lah yang memiliki masa depan dan sebagai generasi penerus bangsa
(Iron stocke), maka akan menjadi sangat penting kalau pemuda dan
mahasiswa memahami dan memiliki kesadaran bahwa budaya korupsi akan membawa
bangsa kita ke dalam keterpurukan dan menyengsarakan masyakat kini dan akan
datang.
Kebumen, Januari
2014
MIZANUL
AKROM